Assalamu'alaikum wr. wb.,

Terima kasih atas waktunya telah bergabung dengan Blog ini... Semoga bermanfaat!

Jumat, 31 Juli 2009

Bahasa Bingin Teluk Rawas

Oleh Abdurrahman

Latar Belakang

Bingin Teluk Rawas memiliki bahasa yang berbeda dari daerah sekitarnya. Perbedaan tersebut terlihat dalam pengucapan maupun dalam makna kata yang diucapkan. Dalam berkomunikasi, orang Bingin Teluk, terutama mereka yang masih tinggal di kampung, juga unik. Mereka sering menggunakan bahasa mereka sendiri dalam berbicara dengan orang luar. Hal ini tak jarang menimbulkan miskomunikasi akibat misinterpretasi dari lawan bicara mereka yang berasal dari luar daerah.

Sebagai putera asli Bingin Teluk yang lama tinggal di luar daerah, penulis merasa perlu menyusun tulisan yang bisa menjembatani antara orang asli Bingin Teluk dengan orang luar kampung halaman penulis. Untuk itu penulis berusahan menghimpun berbagai kosa kata yang digunakan orang Bingin Teluk lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.


Tujuan dan Kegunaan

Tujuan tulisan ini adalah untuk membantu orang Bingin Teluk dalam berkomunikasi dengan pihak luar daerahnya. Juga membantu mereka yang ingin berkomunikasi dengan orang asli Bingin Teluk. Dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam pembicaraan antar mereka.
Selain itu, tujuan paling luhur dari penyusunan kamus ini adalah sebagai bakti penulis pada kampung halaman. Yaitu ikut melestarikan bahasa nenek moyang penulis sendiri.

Metode Penyusunan

Penyusunan tulisan ini memakan waktu lebih dari delapan tahun (2000 – 2008). Kendala terbesar dalam penyusunan tulisan ini adalah, sulitnya menginventarisir seluruh kosa kata yang pernah diucapkan oleh orang Bingin Teluk. Banyak sekali kosa kata yang telah jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari, sehingga sulit untuk menyusun daftar kosa kata lengkap dalam waktu singkat.

Setidaknya penulis melakukan tiga pendekatan untuk melengkapi kosa kata Bingin Teluk, yaitu: 1) mencoba mengingat sendiri kosa kata yang pernah penulis ucapkan ketika masih kecil, 2) berbicara dengan para anggota IKBR (Ikatan Keluarga Besar Bingin Teluk Rawas) yang berdomisili di Jadebotabek (Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi), yang kebetulan penulis dipercaya sebagai ketua organisasi tersebut 2000-2003, serta 3) berbicara dengan berbagai kalangan orang Bingin Teluk yang masih menetap di kampung halaman.

Beruntung bagi penulis, pada tahun 2001 ibunda penulis memutuskan tinggal bersama penulis di Depok. Sehari-hari ibunda penulis masih menggunakan bahasa Bingin Teluk, sehingga dari mulut beliau selalu terlontar kosa kata Bingin Teluk yang belum terinventarisir oleh penulis.

Sekilas tentang Bahasa Bingin Teluk
Bingin Teluk Rawas adalah sebuah kampung yang menjadi ibukota Kecamatan Rawas Ilir, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan. Kampung ini terletak kurang lebih 115 km dari Lubuk Linggau, ibukota Kabupaten Musi Rawas. Kebutuhan pokok untuk kampung ini terutama dipasok dari Palembang lewat Sungai Musi dan Sungai Rawas.

Untuk pergi ke Jakarta, orang Bingin Teluk bisa melalui Lubuk Linggau tanpa harus melewati Palembang. Bisa juga melalui Palembang tanpa melewati Lubuk Linggau.
Bahasa yang digunakan orang Bingin Teluk, pada umumnya mirip dengan bahasa Indonesia (Melayu). Hal ini terlihat dari masih banyaknya kosa kata bahasa Indonesia yang digunakan utuh oleh orang Bingin Teluk. Misalnya kata udang, ikan, ayam, kacang, bawang, pisang, pagi, siang, perang, lampu, sepatu, baju, gigi, lidah, ludah, dan banyak lagi.

Pokoknya semua kata yang tidak terdapat dalam daftar kosa kata pada tulisan ini berarti kata tersebut sama dengan kata dalam bahasa Indonesia (Melayu).
Ada juga di antara kosa kata bahasa Indonesia tersebut yang diucapkan sedikita berbeda dengan pengucapannya dalam bahasa Indonesia, namun pengertiannya sama dengan bahasa Indonesia. Misalnya ada yang hanya diubah sedikit, yaitu huruf ‘a’ di akhir kata diubah dengan ‘e’ (mirip bahasa Betawi). Contoh, kata tua menjadi tue, dua (due), tiga (tige), lima (lime), sama (same), dan sebagainya.

Ada juga kosa kata bahasa Indonesia yang hurup tengahnya menggunakan hurup ‘r’ diubah dengan ‘h’, misalnya, orang menjadi uhang, arang (ahang), beras (behas), deras (dehas), keras (kehas), dan sebagainya.
Namun demikian, bahasa Bingin Teluk juga mengandung banyak perbedaan dengan bahasa daerah lain (termasuk dengan bahasa Indonesia). Misalnya, meskipun menggunakan kata yang sama dengan kata dalam bahasa Indonesia, namun maknanya sangat jauh berbeda.

Contoh, kata ‘budi’ dalam bahasa Indonesia berarti sopan santun, namun di Bingin Teluk berarti tipu daya. Kata ‘kasihan’ (iba), di Bingin Teluk berarti tertusuk serbuk kayu. Juga kata ‘bela’ (menolong), di Bingin Teluk berarti jangan.
Di samping itu banyak juga kata dalam bahasa Bingin Teluk yang hanya berlaku dan dimengerti orang Bingin Teluk. Misalnya, boti (melabrak dengan kata-kata), tademok (terdesak tidak bisa lagi berkelit), gomok-gomok (berbicara pelan membicarakan orang lain), dan sebagainya.


Pembentukan Kata

Bahasa Bingin Teluk menggunakan awalan tapi tidak (jarang sekali) mengenal akhiran. Untuk awalan ‘ber’ diganti ‘ba’, misalnya legek (canda) menjadi balegek (bercanda), lage (laga) menjadi balage (berkelahi), ungau (ngantuk) menjadi baungau (bagadang), gunek (guna) menjadi bagunek, ajo (ajar) menjadi balajo (belajar), dan sebagainya.
Awalan ‘ter’ diubah menjadi ‘ta’, misalnya tawe (tawa) menjadi tatawe (tertawa), bones (gundul) menjadi tabones (tergunduli, bersih habis), bongkot (pangkal) menjadi tabongkot (sampai kepangkal), dan sebagainya.

Sedangkan awalan ‘per’ diganti ‘pa’, misalnya dari kata sungkang (malas) menjadi panyungkan (pemalas), kamuhau (cemburu) menjadi pangamuhau (pencemburu), aneng (dengar) menjadi panganeng (pendengaran), upat (caci) menjadi pangupat (orang yang suka mencela), dan sebagainya.

Untuk awalan ‘me’ penggunaannya agak lain. Untuk kata yang diawali hurup vokal (hidup), cukup ditambah ‘ng’, misalnya ajo (ajar) menjadi ngajo (mengajar), agang (tantang) menjadi ngagang (menantang), ije (eja) menjadi ngeja, dan sebagainya.
Namun untuk kata yang diawali hurup konsonan (mati), penggunaannya sebagai berikut: Pertama, untuk kata yang diawali hurup ‘r’ dan ‘l’ cukup ditambah ‘ma’, misalnya rayek (besar) menjadi marayek (membesar), raso (rasa) menjadi maraso (merasakan), luat (benci) menjadi maluat (membuat benci), lahai (lari) menjadi malahai (melarikan), dan sebagainya.

Kedua, untuk kata yang hurup awalnya ‘b’ dan ‘p’, diubah dengan ‘m’, misalnya boti (katai) menjadi moti (mengata-ngatai), belor (senter) menjadi melor (menyenter), penyap (simpan) menjadi menyap (menyimpan), pese (siksaan agar jera) menjadi mese (membuat jera), dan sebagainya.
Ketiga, untuk kata yang diawali hurup ‘d’ dan ‘t’ maka hurup awalnya diubah dengan ‘n’, misalnya dengo (dengar) menjadi nengo (mendengar), dasi (datang) menjadi nasi (mendatangi), dekap (peluk) menjadi nekap (memeluk), temes (kena sedikit) menjadi nemes (mengenai sedikit), tego (tegur) menjadi nego (menegur), tekai (abai) menjadi nekai (mengabaikan) dan sebagainya.
Keempat, kata yang diawali hurup ‘j’, ‘c’, dan ‘s’, maka hurup awalnya diubah dengan ‘ny’, misalnya jale (jala) menjadi nyale (menjala), jehe (jera) menjadi nyehe (membuat jera), capak (buang) menjadi nyapak (membuang), coro (tuang) menjadi nyoro (menuang), cobok (coba) menjadi nyobok (mencoba), sego (susah) menjadi nyego (menyusahkan), dan sebagainya.

Kelima, kata yang berhurup awal ‘g’ dan ‘k’, maka hurup awalnya diubah dengan ‘ng’, seperti ganau (ribut) menjadi nganau (membuat ribut), garong (rampok menjadi ngarong (merampok), kodak (ganggu) menjadi ngodak (mengganggu), kecek (pura-pura) menjadi ngecek (menipu dg berpura-pura), dan sebagainya.
Bahasa Bingin Teluk menggunakan hurup ‘e’ dengan dua cara, yaitu ada yang seperti digunakan dalam kata ‘bela’ atau ‘beda’ dan ada yang seperti pada kata ‘belah’ atau ‘betah’. Untuk memudahkan pembaca kamus ini, maka ‘e’ kelompok pertama tetap ditulis seperti biasa, namun untuk ‘e’ kelompok kedua ditulis pakai ‘e’ (kursif).

Di bawah ini adalah kosa kata Bingin Teluk yang berhasil penulis iventarisir. Penulis berharap para pembaca dapat ikut menyempurnakan tulisan ini agar menjadi tulisan lengkap yang bisa kita wariskan ke generasi berikut.

Depok, 2008
Abdurrahman
Kosa kata bahasa Bingin Teluk


A

Aba (arah)
Abang (merah)
Abe (rasa utk makanan)
Abeis (habis)
Aben (rabun)
Adeik (adik)
Adu (beritahu)
Aes (haus)
Agai (menaruh di jemuran)
Agamo (agama)
Agang (tantang)
Ahai (hari)
Ahai isek (besok)
Ahai tang (kemarin)
Ahang (arang)
Ai (ungkapan keterkejutan)
Ajer (hancur)
Ajo (ajar)
Ako (pohon akar)
Akor (akur)
Albam (ungkapan takjub)
Ambeik (ambil)
Aleis (alis)
Ales (halus)
Aling (halang)
Amas (pijit)
Ambeik (ambil)
Ambein (gendong)
Ame-ame (kupu-kupu)
Ames (anyir)
Amok (amuk)
Amot (tambah parah/kumat)
Ampai (aneka daun sayur)
Ampak (rindang)
Ampe (padi yang tidak ada isinya)
Ampen (lepas siksa)
Ampeng (ringan shg tidak tenggelam)
Ampo (ampar)
Anak kampang (anak haram)
Andam (heboh)
Andang (penuh/semua, missal ‘seberoyot andang’)
Andek (handuk)
Andon (datangi)
Aneng (dengar)
Angat (hangat)
Angen (angin)
Anggon (anggun)
Angkan (adopsi)
Angkeit (angkat)
Angos (hangus)
Angot-angotan (kadang sakit kadang tidak)
Anta (gabah)
Antak (menjelang)
Antanan (guna)
Antat (antar)
Anteban (sejenis perangkap ikan besar)
Anteing (anting)
Anteng (tidak banyak bergerak)
Antu (hantu)
Anyang (tawar utk harga)
Anyo (anyir)
Anyot (hanyut)
Ape (apa)
Apes (hapus)
Api-api (kunang-kunang)
Ari aye (lebaran)
Arek (ajakan dg halus)
Areng (berjalan di air)
Arok (mengharap)
Ase (berharap pada orang)
Aseh (asuh)
Asek (rasa)
Aso-aso (pelan-pelan)
Ater (atur)
Awak (saya/badan)
Awe (hawa mulut)
Ayo (air)
Ayo dalam (banjir)
Ayo dibono (air masak)

B

Ba (awalan ‘ber’)
Babala (bertengkar suami-istri)
Babandeng (bersanding)
Babase (menyapa dengan panggilan, misalnya pisat, podel, dsb.)
Babase (mencuci)
Babegau (begidik)
Babidi (kurang semangat melakukan sesuatu)
Babini (laki-laki kawin)
Babuke (berbuka puasa)
Baceco (ngomong terus)
Badeler (bersaudara)
Badenang (berenang)
Bae (saja)
Baeik (baik)
Bagesa (kencan)
Bagoyo (perlahan)
Bahau (baru utk benda)
Bahe (bara)
Bajawat (bekerja sambilan)
Bajulat (melalui perantara)
Bak (ayah)
Bakahet (berbelit tak karuan)
Bakalenong (berusaha keras mencari sesuatu)
Bakarang (mencari ikan)
Bakatak (kodok)
Bakate (berkata)
Balabantah (pertengkaran)
Balabeh (singgah/mampir)
Balagak (keren)
Balage (berkelahi)
Balajo (belajar)
Balaju (berangkat)
Balak (bahaya)
Balampo (berhamparan/ bergelimpangan)
Balang (roda)
Balange (belanga)
Balanje (belanja)
Balanju (bepergian sementara)
Balegek (bercanda)
Balei (sama/draw)
Baleik (pulang)
Baleik ahai (pulang pergi)
Baleng (tulang)
Baler (ikan asin)
Balide (ikan belida)
Balore (bercanda dengan kata-kata)
Banak (melahirkan)
Bando (harta)
Baneman (berkelanjutan)
Baneol (sejenis burung hutan biasa di tanah)
Bangian (penganten)
Bangka (pinang)
Bangkareng (kadal)
Bangko (akar pohon)
Bani (berani)
Bano (akar pohon besar)
Bantat (kerdil/kuntet)
Bantlet (pinsil)
Bapadan (berembuk)
Bapek (ayah)
Bar (gordin)
Baramu (mengambil apa saja yang ditemui)
Baraso (berasa)
Barau-barau (nama burung)
Barayau (berjalan tanpa tujuan)
Bare (sulit)
Bareba (nama burung)
Bareis (baris)
Barenggot (bergegas)
Barere (merapikan/ mengurusi
Baretek (ngedumel)
Barite (berita)
Barore (becanda menggunakan kata)
Baroyot (keturunan)
Basakat (bermusuhan)
Basame (bersama)
Basande (bersanding)
Base (bahasa)
Base (cuci)
Baseing (asal, apa saja)
Baselang (gotong royong)
Batanak (memasak nasih)
Batandang (berkunjung)
Batandeing (bertanding)
Batang (pohon)
Batang dayo (tempat mandi di kali)
Batang liok (leher)
Bate (bata)
Batengkek (jalan jinjit)
Batine (perempuan)
Batunak (menikah)
Bau (bahu)
Bawe (bawa)
Bayan (orang)
Bayau (tak ada rasa)
Bayo (bayar)
Bebal (susah mengerti)
Beban (pikul)
Bebat (ikat pinggang)
Bebel (banyak ngomong)
Bedeil (bedil)
Begau nyangkarak (berdiri bulu roma)
Beha (keladi gatal)
Behas (beras)
Behat (berat)
Beheit (dubur)
Behek (buruk)
Behet (besar biji zakar)
Bek (gondokan)
Bekeit (bukit)
Beker (jam weker)
Bela (arah)
Bela (jangan)
Belabeh (mampir)
Belange (belanga)
Bele (bambu)
Beleih (dapat)
Beleing (beling)
Belek (bedah)
Belek (tahi mata)
Belelek (buah kolang-kaling)
Beliung (kampak untuk menebang pohon)
Beliung (sejenis kampak)
Belo (bermata besar)
Belong (juling)
Belor (senter)
Beluko (belukar)
Bencak (biawak)
Bengeis (bengis)
Bengkeing (buncit)
Bengkek (bongkok)
Bengkek udang (sedikit bongkok)
Benok (benar)
Bentang (rentang)
Benteil (buntalan pakaian)
Benteing (hamil)
Benyek (lembek)
Bereng (burung)
Beruge (ayam hutan)
Bes (rebus)
Besek (busuk)
Besek siku (tulah akibat memberi tak ihlas)
Besok (besar)
Besok ati (punya tekad)
Besok perangi (bertingkah)
Betam (hitam kemerah-merahan)
Betan (betah)
Betok (ikan mirip mujair)
Bhek (beruk)
Bibo (bibir)
Bicik (bibi)
Bidek (perahu)
Bihek (berak)
Biki (perbaiki)
Bilek (dulu kala)
Bincel (benjol)
Bingkal ati (kesal)
Bingsal (merasa ada sesuatu yg tak beres)
Bini (istri)
Bisel (bisul)
Bleih (liar)
Bleis (iblis)
Bleit (lilit)
Blekak (sebelah sini)
Bletu (sebelah situ)
Bobo (bubur)
Bokor (baskom)
Bol (bola)
Bolong (tembus)
Bolu (kue)
Bolu kojo (kue yang ada rasa pandan)
Bon (utang)
Boncos (tidak mendapat apa-apa/rugi)
Bondol (tak berekor)
Bondon (besar pantat)
Bones (gundul)
Bong (jamban, WC)
Bongen (pasir)
Bongkak (congkak/ sombong)
Bongkol (makanan dari ketan dibungkus pandan/ batang yang sudah tumbang, misal bongkol pisang)
Bongkot (pangkal batang)
Bono (bunuh)
Bontet (buncit)
Bopeng (muka berlubang)
Bore (usap/tabur)
Boros (bocor)
Bos (termos)
Boti (melabrak dengan omongan)
Boye (buaya)
Brengkes (pepes)
Bubu (perangkap ikan benbentuk kerucut)
Budak (anak kecil)
Budi (tipu)
Bujang (pria lajang)
Bukak (buka)
Buku kaki (mata kaki)
Bulo (buta)
Bulu mate (bulu mata)
Buncas (habis-habisan)
Bunge (bunga)
Bungka (tumpukan padat)
Buntang (bangkai)
Buras (habis-habisan)
Buye (tidak menetas)

C

Cacam (ungkapan keheranan)
Calak (pintar)
Calek (terasi)
Campa (tidak ada rasa asin, manis, dsb)
Candek (bekam utk obat masuk angin)
Capak (buang)
Catet (tulis)
Cc (kelamin laki-laki)
Cebeit (cubit)
Cecek (memasukkan sesuatu ke lobang)
Ceceng (cucu)
Ceco (cakap)
Cedok (ciduk, timba)
Ceincein (cincin)
Cek (komisi)
Cekeil (congkel)
Cekek (cekik leher)
Celeih (pintar)
Ceme (judi : kartu mati)
Cencang (cincang)
Cene (merasa benci)
Cenge (sambal asam)
Cenggek (kemaluan menegang)
Cengkeil (cukil)
Cengkong (tangan bengkok)
Cepak (sepak)
Cerek (utk masak air)
Cet (cat)
Ceteuk (patok ular/burung)
Cobok (coba)
Coco (jatuh tak ketahuan)
Colet (colek)
Colop (obor)
Congkok (tumpuk)
Coro (tuang)
Cugak (menyesal karena tidak dapat)
Cuhai (guyur)
Cuhan (curahan)
Cuman (cuma)

D

Dade (dada)
Daha (dara)
Daha blet (kutil)
Dahat (darat)
Dak (tidak)
Dak bainggo (tidak tergerak melakukan)
Dak katek (tidak ada)
Dak kawa (segan melakukan)
Dak use (tidak usah)
Dak semele (tidak disangka)
Dak semenggah (tidak sesuai etika/tidak sempurna)
Dalak (cari)
Damo (damar)
Dan (dahan)
Dangau (kelihatan alat kelamin)
Dapat (peroleh / jemput)
Dapo (dapur)
Dasi (datangi)
Dehas (deras)
Dekap (peluk)
Dela (sudahlah)
Deler (saudara)
Dem (sudah)
Denang (renang)
Denga (panggilan sesama wanita atau suami istri)
Dengo (dengar)
Depe (depa)
Desen (dusun)
Dian (durian)
Dogan (kelapa muda)
Doso (dosa)
Duhai (duri)

E

Ecel (lepas)
Ehe (jatuh sensiti utk buah/daun)
Eheng (tunggu tua utk dipetik)
Ehet (urut)
Eiheis (iris)
Eileim (ramuan sirih + kapur sirih)
Eiteik (itik, bebek)
Eiteik sarati (bebek leher pendek)
Eiteik jarak (itik leher panjang)
Ekar (kelereng)
Eker (ukur)
Embau (membaui)
Emben (embun)
Embet (bagian dalam batang yg lembut)
Empai (dulu)
Empas (ampas)
Empet (rumput)
Endak (mau, hendak)
Endeng (teduh)
Epak (borong)
Ereng (urung, tidak jadi)
Eskan (teko)
Eyen (tangkai buah)

G

Gadeis (gadis)
Gaeit (kait)
Gaek (orang tua)
Gaet (garut)
Gagu (bisu)
Gaham (garam)
Gahang (beranda rumah panggung)
Gai (goyang utk dahan)
Galak (suka)
Galeing (oleng)
Galek (semua)
Galeta (silat lidah)
Galetak (tempatkan)
Gamet (gawai)
Gana (sperma)
Ganau (ribut)
Gancang (cepat)
Ganjak (geser)
Gantak (terlihat jelas)
Ganteng (gantung)
Ganyang (hantam)
Garoneng (tokek)
Garek (garuk)
Garobok (lemari)
Garoneng (tokek)
Garong (rampok)
Gasak (ganyang)
Gaseing (jenis mainan yang bisa beputar)
Gati (suka)
Gawe (kerja)
Gayu (bisa)
Gedong (gedung)
Geleng (gulung)
Gemok (gemuk)
Gemok lepek (gemuk sehat)
Gempe (gempa)
Gena (hebat)
Gendem (terigu)
Genteing (hampir putus)
Gerot (sombong)
Gesa (bercakap)
Gesne (cermin)
Gile (gila)
Gile babi (ayan)
Gile renang (sering emosi berlebihan)
Glet (kejar)
Goang (angsa)
Gober (melakukan secara paksa)
Godek (janggut)
Gogo (gugur, berjatuhan)
Gohet (melakukan terus menerus)
Gomok-gomok (ngerumpi)
Gomol (keroyok)
Gomos (remas mulut)
Gonjong (lonjong)
Gonong (Gunung)
Gonye (ejek)
Gulai (sayuran berair)
Gule (gula)
Guleabang (gula merah)
Gunek (guna)

H

Hak (milik)
Hei (hai)
Hek (yang)
Hekak (yang ini)
Hem (wangi)
Heng (terong/tiang tanda utk permainan)
Hep (berhenti)
Herep (hurup)
Hetu (yang itu)
Hotel (rumah makan)

I

Ibo (sedih)
Idak (tidak)
Ideng (hidung)
Idep (hidup)
Idik (menakut-nakuti)
Ihep (hirup)
Ijau (hijau)
Ije (eja)
Ijek (biji)
Ijek (ijuk)
Ikak (ini)
Ikok (ekor)
Ilak (elak)
Ilang (hilang)
Ilek (bagus)
Ilo (hilir)
Imau (harimau)
Imbang (sembunyikan utk barang atau benda)
Imbe (rimba)
Indek (induk)
Indu (rindu)
Inggap (hinggap)
Ingonan (peliharaan)
Ipek (perlihara dg sungguh)
Ipo (ipar)
Isek (besok)
Itam (hitam)
Itam kesat (warna kulit hitam sekali)
Iye (teriakan dalam hutan)

J

Jaeit (jahit)
Jage (jaga, tidak tidur)
Jagek (jagoan)
Jago (jaga, awasi)
Jahai (jari)
Jahem (jarum)
Jak (sejak/dari)
Jale (jala)
Jalu (taji ayam)
Jamak (terlalu)
Jambek (brewok)
Jambu abang (jambu merah)
Jambu keleing (jambu air)
Jambu teheng (jambu klutuk)
Jande (janda)
Jangat (kulit)
Jat (jelek)
Jat parangi (berperangai buruk)
Jehat (jerat)
Jehe (nyerah)
Jeheing (jengkol)
Jeheuk (tampoyak, durian dibusukkan)
Jelek (ditonjol pakai kayu /bambu)
Jeleit (melihat dengan curiga atau mengejek)
Jemat (Jumat)
Jemo (jemur)
Jena (puas)
Jo (kata, ucap)
Johang (kata orang, tak jelas siapa)
Jolan (jualan)
Jong (perahu pinisi)
Jongo (moncong)
Jongos (pembantu)
Jrep (ikan asam pakai gula merah)
Judu (jodoh)
Juntai (menjulurkan kaki ke bawah)

K

Kacang balitang (bangkoang)
Kacek (setubuh)
Kadok (cukup utk makanan)
Kaein (kain)
Kaheit (karet)
Kak (ini)
Kakak (suami kakak perempuan)
Kalaho (kelelawar)
Kalalatu (laron)
Kalampepat (kupu-kupu kecil)
Kalapek (untuk apa)
Kalawai (saudara perempuan)
Kale (kalajengking)
Kaleho (keluar)
Kalempenan (kelilipan)
Kalenteit (itil)
Kalepai (dompet)
Kali (gali)
Kalu (kalau)
Kaluo (keluar)
Kampang (anak luar nikah)
Kamuhai (keong)
Kamuhau (cemburu)
Kanca (teman)
Kanji (genit, ganjen)
Kanti (teman)
Kapak (bacok)
Kapalak (kepala)
Kapeindeing (kutu busuk)
Kapengen (kepingin)
Kapunan (tak kebagian)
Karam (tenggelam, utk kenderaan air)
Kareto (sepeda)
Kasian (kasihan)
Kasihan (tertusuk serpihan kayu)
Kate (kata)
Katunon (kebakaran)
Kawa (bersedia)
Kawa (kuali besar)
Kaye (dayung)
Kaye (kaya)
Kayek (tekan dg badan)
Kebat (ikat)
Kebau (kerbau)
Kebo (kibas)
Kecak (pegang erat)
Keceing (kucing)
Kecek (pura-pura)
Kecepek (sejenis senjata api rakitan)
Kecik (kecil)
Kehai (tidak pulen)
Kehak (kerak)
Kehas (keras)
Kehe (kera)
Keheing (kering)
Keheit (capek)
Keheit meket (kesemutan)
Kehes (kurus)
Keiheim (kirim)
Kejer (tombak)
Kejet (ikat)
Kelam (gelap)
Kelampenan (kelilipan)
Kelang (pisah)
Keleik (lihat)
Keleing (hitam kesat)
Kelem (emut)
Kelep (kakak laki-laki atau panggilan sayang utk anak laki-laki)
Keleuk (rogoh)
Keli (lele)
Keman (biru tua, misal karena cubitan)
Kembeng (ikan besar diasam pakai nasi)
Kembo (kembar)
Kemek (kencing)
Kemis (kamis)
Kemol (selimut tidur)
Kempel (kumpul)
Kempot (kempes)
Kemu (simpan di mulut)
Kenan (terlihat)
Kencong (tidak lurus)
Kencot (pincang)
Kene (kena)
Keneing (kening)
Kenong (gong)
Kentet (kentut)
Kepak (sayap)
Kepeik (kakak perempuan/ panggilan sayang utk anak wanita )
Kerok (kerok karena masuk angin)
Kerok (ribut)
Ketiran (perkutut)
Ketok (pukul dari atas)
Keyek (anjing)
Kidau (kidal, kiri)
Kijap (isyarat kedipan)
Kilan (jengkal)
Kilek (nanti)
Kilo (ke hilir)
Kinyam (cicip)
Kire (acak)
Kire (kira)
Kitek (kita)
Kitik (gelitik)
Klanang-klenong (mondar mandir)
Kobar (sempat)
Kobok (aduk)
Kodak (ganggu)
Koli (kuali)
Kolok (bujuk)
Komes (kumis)
Komo (kumur)
Komos (remas mulut)
Koneng (kuning)
Kongkonan (mak complang)
Konok (pundak)
Korek (congkel)
Koset (korek api)
Kpek (pukul dg benda tumpul)
Ktek (kentongan)
Kua (air gulai)
Kuau (cenderawasi)
Kubak (kupas)
Kubang (lubang berlumpur)
Kubu (suku anak dalam)
Kudo (kuda)
Kuhap (kurap)
Kuhe (kura-kura)
Kuho (gembok)
Kuje (kalau)
Kulang-kaleing (oleng utk perahu)
Kulu (ke hulu)
Kumal (kotor)
Kumbuh (kue ganasturi)
Kume (ke huma)
Kumpai (tumbuhan liar di rawa-rawa)
Kumpo (pompa)
Kundu (suratan tangan)
Kunju (keranjang gendong)
Kuntau (silat)
Kuyak (koyak)

L

La (sudah)
Labeh (sampai)
Ladas (senang)
Laek (lauk)
Lagak (gaya)
Lahai (lari)
Laju (mulai)
Lajulah (lakukanlah)
Laki (suami)
Laki bini (suami istri)
Laki ayo (capung)
Lali (bodoh)
Lamban (jembatan kecil)
Lambo (lembar)
Lampein (kain alas bayi)
Lampuhe (gelembung dalam perut ikan)
Lampu strongkeing (petromak)
Lanang (laki-laki)
Lanap (sirih)
Langas (gumpalan asap)
Langau (lalat hijau)
Langet (langit)
Langgek (sombong)
Langkungan (tenggorokan)
Lantak ( ganyang)
Lantaran (penyebab)
Lanteing (rakit dari bambu/kayu)
Lapak (tempat judi)
Lapeik (alas)
Lapek (berjamur)
Lapo (lapar)
Lasak (tidur gelisah)
Lat (lambat)
Lawang (pintu)
Layo (layu)
Lebek (bagian sungai paling dalam)
Lebeng (kubangan)
Lebok (sibuk)
Lecak (becek)
Legek (canda)
Lela (batuk)
Leles (lalai)
Lemak (enak)
Lemang (penganan dlm bambu)
Lemek (kasur)
Lenes (pitak)
Lengan (layangan)
Lenge (lengah)
Lenggah (berkurang)
Lenteih (pelacur)
Libok (lebar)
Lio (liur)
Limau (jeruk)
Limau peret (jeruk nipis)
Lingko (usus)
Linjang (cinta)
Lipas (kecoa)
Litak (capek)
Lobok (lobangnya kebesaran)
Logo (minta berulang)
Lokak (peluang)
Loncong (tak bersisa)
Lonyek (lembek)
Luan (haluan)
Luat (benci)
Luke (luka)
Lumpang (lesung)
Lumpat (lompat)
Lunjo (lanjar)
Luo (luar)
Lupe (lupa)
Luse (lusa)

M

Mabek (mabuk)
Maet mangkel (menyebut jasa yang diberikan)
Mageih (memberi)
Mahak (menyala / mendekat)
Mahe (musuh tanaman)
Mahe tanah (babi)
Majal (tumpul)
Maje (makan utk marah)
Mako (sifat turunan)
Malatok (kuat/perkasa)
Malebeng (mencari ikan di bekas kubangan)
Malenggang (jalan santai)
Malengos (buang muka)
Malimpar (meluap, luber)
Malongok (termangu)
Malungam (menelan)
Mamang (paman)
Mambu (bau)
Mancahet (omong kotor)
Mancal (tidak mempan)
Mancangkeng (jongkok)
Mane (mana)
Manek (manik-manik)
Manes (manis)
Manes medu (madu)
Mangkak (merangkak)
Mangke (maka)
Mangkek (mangkok)
Mantahan (bambu untuk mengambil buah)
Mantang (menyadap karet)
Mantau (mengajak hadir di suatu acara)
Mante (kelompok /golongan)
Maogek-ogek (berjalan seperti sedang mabok)
Mapak (menyambut)
Mare (silahkan duluan)
Marecok (kegiatan mengganggu)
Marere (mengurus)
Maretok (menghalangi)
Maribak (tidak usah dipedulikan)
Marimpeng (melempar dari belakang)
Marpat (memotong sedikit agar rata)
Masam (rasa asam)
Mate (mata/ons)
Mate ahai (matahari)
Mayet (mayit)
Mayo (membayar)
Mebek (mencibir dg menjulurkan lida)
Medu (tawon)
Meiheis bocor)
Mekak (begini)
Mempeng (mumpung)
Mender (mundur)
Mengot (tambah sakit)
Mentak (sakit di dalam)
Mentue (mertua)
Mepak (mengunyah)
Merang kak (seberang sebelah sini)
Merang tu (seberang situ)
Mereng (berterbangan)
Merke (kena tula, karma)
Metu (begitu)
Metu (keluar)
Milat (memainkan kemaluan sendiri)
Milu (ikut)
Minom (minum)
Mintek (Minta)
Mkan (muka)
Mleng (lengah)
Moal (cukup tersedia)
Mok mane (bagaimana)
Mon (kalau)
More (muara)
Motor ketek (motor air yg lambat)
Motor pit (sepeda motor)
Motor tempek (speadboard)
Motor tongkang (motor air gandeng)
Mude (muda)
Mumbang (putik kelapa)
Mura (mudah)
Mutan (rambutan)

N

Naek (naik, memanjat)
Naben (membakar sampah)
Nahe (tidak ada)
Nahe padan (tak bisa diharapkan)
Nakek (membacok)
Nalak (mencari/ menceraikan
Nale (sekitar)
Nalo (undian)
Nambang (mengikat hewan atau perahu/ angkutan sungai)
Namben (banyak sekali)
Nanggeng (menderita)
Nangke (nangka)
Nangke belando (sirsak)
Nateing (mengambil getah karet)
Naye (nawar)
Neman (melebihi batas)
Nembek (menumbuk/ memukul
Nember (menabrak)
Nenek anang (kakek)
Nenek ine (nenek)
Netak (motong)
Ngacek (menyetubui)
Ngacek umaknye (makian kasar karena marah)
Ngajem (adu domba)
Ngalemot (memungut benda buangan)
Ngalencem (meluncur kencang)
Ngalobos (omong kosong)
Ngamok (mengamuk)
Ngampek (meremehkan)
Ngampo (lihat balampo)
Ngan (enggan)
Nganeng (mendengar)
Ngape (mengapa)
Ngaraso (merasa)
Ngaremet (mengutil)
Ngase (mengasuh)
Ngebang (azan)
Ngedet (merokok)
Ngegek (menakut-nakuti)
Ngehai (ngeri)
Ngeiheit (menarik/ berhemat)
Ngen (dengan)
Ngengkeng (berjalan penuh percarya diri)
Ngentol (numpang ikut kenderaan gratis)
Ngepak (memborong)
Ngingon (memelihara)
Ngojok (adu domba)
Ngokang (menggigit)
Ngolok (minta dg halus)
Ngotel (makan di restoran)
Nguhak (membuka ikatan)
Ngulo (ambil untung)
Ngumpai (membuang tumbuhan liar di sawah)
Ngupat (menceritakan keburukan orang)
Nguso (nangis minta ikut)
Nimbang (menimbang/ kiasan: bandar judi membayar kpd pemain yang menang)
Nian (benar-benar)
Nio (kelapa)
Nngkek (permainan muda-mudi)
Niru (mencontoh)
Nuai (panen padi)
Numpak (menumpang tinggal sementara)
Nungkat (mendirikan)
Nyalenep (ngintip)
Nyaleng (menabung)
Nyaman (puas)
Nyameleng (menangis)
Nyamok (nyamuk)
Nyamon (merampas)
Nyantak (nyata)
Nyaraye (minta tolong melakukan sesuatu)
Nyarbu (penuh sesak oleh rumput liar)
Nyarmom (banyak tumbuh bulu liar)
Nyawat (cari upah)
Nye (dia/nya)
Nyegeih (manja)
Nyela (benar pas)
Nyelat (menyelah)
Nyeleng (ikan julung-julung)
Nyihau (tampah panjang)
Nyomet (mencopet)
Nyoreng (mencoret)
Nyoro (mencurahkan benda cair)
Nyoso (mengembalikan kelebihan bayaran)
Nyuhai (menyiram)
Nyuhat (mengirim surat)
Nyupang (meminta pada syetan)

O

Obak (penjara)
Ogek (agak tidak stabil)
Ojok (menyuruh secara halus)
Okop (akui kepunyaannya semua)
Oleih (hasil)
Ome (rewel)
Ome onyol (rewel, cerewet)
Omet (hemat)
Onggang (ompong)
Onot (bekas yang dilalui)
Oren (adu lama berputar, misal adu gasing)
Otek (goyang)
Otret (mundur)

P

Pa (awalan ‘per’)
Pacak (bisa)
Pacal (pembantu)
Padan (tata cara)
Padare (buah lengkeng)
Padare (buah lengkeng)
Padek (cocok)
Padi pelet (beras ketan)
Pae (paha)
Paeit (pahit)
Pagu (loteng)
Pahak (dekat)
Pak (kotak)
Pakam (kuat)
Pakasam (ikan kecil diasam pakai nasi)
Palak (nujum)
Palalau (sulit dapat jodoh krn melanggar sesuatu mis- kena sapu)
Palali (sejenis bius agar tidak merasa sakit)
Pamalih (sia-sia)
Pametot (ketapel)
Pandak (pendek)
Panganeng (pendengaran)
Pangayou (dayung)
Pangke (lazim)
Panguhang (pasangan)
Pantak (patil)
Pantang (tidak akan)
Pantaran (sebaya)
Pante (seketurunan)
Panyuluh (wudhu)
Papah (tuntun)
Papak (jemput)
Para (pohon karet)
Parabase (istilah)
Parangi (perangai)
Paranti (alat untuk)
Parasek (perasaan)
Pareideih (mengharap orang melakukan)
Kene (kena)
Kene (kena)
Paribek (acuhkan)
Parimbat (lempar)
Paringge (usil)
Paroman (rupa)
Patah ripek (patah-patah)
Patein (patin)
Paye (ayo, mengajak ikut)
Paye (rawa)
Pecat (lepas)
Pece beleing (pecahan kaca)
Pece manusie (manusia tidak berguna)
Pece pangelap (kain pel)
Pecek (atas)
Peci (bidik)
Pegi (pergi)
Peiheik (ulek)
Peik (taro)
Pek (agar)
Pekak (tuli)
Pekel (pukul)
Pekel besi (palu)
Peleseir (berwisata)
Pelet (guna-guna utk mendapat wanita)
Pelet (lem perangkap)
Pelintet (plintir)
Pembeng (bohong)
Peneng (pusing)
Penggeng (pantat)
Pengkor (pincang)
Penjein (tempat uang)
Penteng (puntung)
Penteng api (kayu bakar)
Pentlet (pinsil)
Penyap (simpan)
Pepak (kunya)
Perangi (perangai)
Pese (siksaan agar jera)
Phet (perut)
Pidal (lambat besar)
Piek (periuk)
Pinang bereing (palem merah)
Pinggan (piring)
Pintu (jendela)
Pisang raje emben (pisang ambon)
Pisat (bibi/paman paling muda)
Pleh (keringat)
Podel (paman nomer dua)
Pokok (modal)
Poles (oles)
Ponok (bagian belakang tubuh yg menonjol)
Porek (kesal)
Pose (puasa)
Potek (petik)
Ptek (patah)
Puan (susu)
Puki (kemaluan perempuan)
Puki mak (makian kasar)
Pulo (mati)
Pulo pupus (musnah)
Pundang (ikan asin)
Pusat (pusar)
Puyang (orang tua nenek)

R

Raje (pemerintah)
Rakat (akrab)
Rakeit (rumah di air)
Ranang ati (khawatir)
Rantue (orang tua)
Rasan (siasat)
Rata (makan lauk)
Rateip (zikir)
Rawai (sederet pancing pada seutas tali
Rayek (besar)
Reban (kandang)
Rebe (roboh, bangkrut)
Redo (rido, rela)
Rege (harga)
Reges (mendekati gundul)
Reken (hitung)
Reme (enteng)
Renang (waras)
Rene (warna)
Renge (sering marah-marah)
Rengko (susah karena renta/sakit)
Reseip (ikan asin botol)
Retok (banyak keperluan)
Rete (harta)
Roban (mahluk halus)
Rojok (rogo pakai kayu/bambu)
Roman (seperti)
Romang mate (pacar)
Rompok (kumpulan pondokan di hutan)
Rone (pelangi)
Rono (sampah makanan)
Royo (susah, bangkrut)
Ruan (jenis ikan gabus)

S

Sa (awalan ‘se’)
Sabal (besar/kasar)
Saban (setiap)
Sacongkok (setumpuk)
Sadaen (makan sepiring bersama)
Sadawe (sendawa)
Saeindeit (seikat)
Saet (ganduli)
Sahak (cerai)
Sahang (sarang)
Sahat (sarat)
Saje (sengaja)
Sakeit (sakit)
Sakejet (pohon putri malu)
Sakete (seluruh)
Salai (ikan asap)
Salang penteng (rak kayu bakar)
Salangan (rak)
Salaso (selasa)
Salero (selera)
Sakepek behek (banyak sekali, utk jml hutang)
Sakoci (speadboard)
Salimot (selimut)
Saloar (celana)
Saloro (urus/perhatikan)
Samae (perhatian)
Samanilo (sawo)
Samate (satu ons)
Sambet (terima)
Same (sama)
Samekak (sebegini)
Samenggah (taat etika)
Samengkeuk (taat norma)
Sametu (sebegitu)
Samimbang (sembunyi untuk orang)
Samsela (pepaya)
Sangarat (sejenis ikan patin lebih tipis)
Sangkeik (keranjang jinjing)
Sangkep (nyambung)
Sangko (kandang)
Santek (mentok)
Sape (siapa)
Sapeih (lerai)
Saradawe (sendawa)
Sarandang (ikan gabus pakai tanda seperti louhan)
Sare (sengsara/susah)
Sarempak (serempak)
Sargap (pantas)
Saroman (persis)
Sarono (pantas)
Sayak (batok kelapa)
Sebat (pukul dg rotan/ lidi/ikat pinggang)
Sedeh (sudah)
Sedeing (tangisi)
Sego (susah)
Sehet (dangkal)
Selai (selembar)
Sele (sela, di antara)
Seleh (bambu utk meniup api kayu bakar)
Seleip (sisip)
Seleng (sulung atau pertama)
Selong (ubi jalar)
Selop (sandal)
Sembeleih (sembelih)
Seme (pilek)
Semot (semut)
Sempak (celana dalam)
Sen (uang)
Senteik (suntik)
Sento (kusen)
Sentot (menarik dengan paksa)
Sepan (celana)
Sepantar (sebaya)
Seradawe (sendawa)
Seram (seru)
Serampang (tombak berkait bermata tiga)
Serge (surga)
Serokan (laci)
Seruak (masuk semak)
Sesah (cuci utk pakaian)
Setang (kemarin)
Setrap (hukuman)
Setrongkeing (petromak)
Shet (banyak dipenuhi tumbuhan liar)
Sikak (sini)
Simbat (sahut)
Singkel (sungkan)
Siye (usir utk ayam)
Sohe (suara)
Somor (sumur)
Songkok (kopiah)
Sosok (kembalian uang)
Sper (kereta)
Sual (sisir)
Sudu (sendok)
Suhat (surat)
Sulang bangkeng (perangkap pemukul)
Sulap (sulut)
Sungkan (malas)
Susu (payudara)

T

Ta (awalan ‘ter’)
Tabeir (kain pembatas)
Tabelek (melotot takjub)
Tabelo (melotot)
Tabeik (memberi hormat)
Tabeing (tabir)
Tabeit (kuak)
Tabihek (buang air besar)
Taboheim-boheim (tersipu-sipu)
Tabuang (terpidana)
Tacandak (ketahuan, tertangkap basah)
Tadangau (kelihatan kelamin)
Tadawe (tertawa)
Tademok (terdesak)
Tagalambeit (tergelantung)
Tagalanjeut (terjuntai)
Tagaletak (terletak sembarangan)
Tageleing (terguling)
Tagolek (tergeletak tak bergerak)
Tagolek-golek (tidak bisa bekerja apa-apa)
Taik (tahi)
Tajak (sejenis arit)
Tak (retak)
Takaber (takabur)
Takalang (istilah kasar, masuk sampai mentok)
Takalebes (lecet)
Takalepir (pemberian sedikit)
Takalinjing (terkejut)
Takalipat (terlipat)
Takaliwat (kelewatan)
Takalupas (terkelupas)
Takar (ukur)
Takate (terkenal)
Takejit (terkejir)
Takelai (hampir putus)
Takelai-kelai (melakukan sesuatu setengah hati)
Takela-kela (tersengal)
Takeleis (keseleo)
Takenya (mubazir)
Takolo-kolo (gagap)
Taksi (angkutan umum)
Takuku (burung terkukur)
Taladeng (menumpuk)
Tamalam (menginap)
Tamanga (takjub)
Tambang (ikatan/ kenderaan penumpang)
Tamesan (cemas karena suatu peristiwa)
Tampeileing (tampar)
Tampeuk (puting)
Tampo (tampar mulut)
Telekung (mukena)
Tan (di tempat)
Tanah dapo (tanah tempat tungku utk memasak)
Tandan (tangkai buah pisang)
Tandang (berkunjung)
Tange (lama)
Tangelam (tenggelam)
Tanggai (kuku panjang)
Tangge (tangga)
Tangkalese (ikan arwana)
Tangkelek (tutup kepala wanita)
Tangkep (dempet)
Tangko (serakah)
Tanjak (pasang)
Tapa (ikan sungai mirip ikan paus)
Tapak (telapak)
Tapalojok (terlanjur)
Tapan (tempat)
Tapandak (berhenti)
Tapargos (kepergok)
Taparoas (menganga)
Tarbab (terkam)
Tarbangan (rebana)
Tarendak (tutup kepala berbentuk kerucut)
Tarengkep (tengkurap)
Targapunah (pupus)
Tarjang (terjang)
Tarompa (bakiak)
Taruman (jenis ikan gabus besar dan buas)
Tatarengkep (terjerembab)
Taubite (tahu kabar)
Tawe (tawa)
Tbek (lobang)
Tdeh (teduh)
Tebat (empang)
Tebeh (diri sendiri)
Tedeng (tutup kepala)
Tedeng (tutup pembatas)
Tegak (berdiri)
Tegeik (tekan dgn kuku)
Tego (tegur)
Tehen (turun)
Teheung (terung)
Teheung rimbang (tung karipit)
Teingkeik (tengger)
Tekai (biar, abai)
Tekar (terkira)
Teke (mengusir halus)
Tekeit (upaya menjatuhkan)
Tekek (jajah)
Teken (tandatangan)
Telat (terlambat)
Teleis (tulis)
Telok (telur)
Tembah (rendah)
Tembang (lagu)
Tembek (tumbuk)
Temes (kena sedikit)
Tempek (tempel)
Tempek (tumpuk)
Tenden (vagina)
Tendeng (usir utk orang)
Tengan (tega)
Tenggeng (miring)
Tentet (cari)
Terban (roboh)
Terjen (terjun)
Terwelu (kelinci)
Tetak (potong)
Tibek (tempat utk alamat)
Tido (tidur)
Tieng (beo)
Tihai (tiri)
Tihau (jamur)
Tiko (tikar)
Timbe (timba)
Tinggang (timpa)
Toke (boss pedagang)
Toko (warung)
Tokong (tindih)
Tomos (menabrak dengan hidung)
Tong (drum)
Tongkang (perahu tongkang
Tongos (gigi panjang)
Toros (cangkokan pohon)
Tu (itu)
Tuai (alai pemotong padi)
Tube (tuba)
Tue (tua)
Tugal (alat tanam padi)
Tuja (tusuk)
Tuju (membunuh pakai guna-guna)
Tuko (tukar)
Tula (begitulah)
Tulak (dorong)
Tulak balak (upacara menolak bahaya)
Tumban (jatuh)
Tumpang (ikut)
Tunak (diam di tempat)
Tungau (sejenis binatang kecil pengisap darah)
Tungkat (dirikan)
Tunu (bakar)
Tuo (paman/bibi tua)

U

Ubat (obat)
Ugau (gondrong)
Uhai (urai)
Uhak (melepas ikatan)
Uhang (orang)
Uhat (urat)
Ujo (ujar)
Ulak (air tenang)
Ulat sabayan (penyakit kuku/cantengan)
Ulo (ular)
Ulo muhe (ular yg menyemprotkan)
Ulu (hulu)
Umah (rumah)
Umak (ibu)
Umban (jatuh)
Ume (huma, kebon)
Umpe (padi yang tidak berisi beras)
Unde (bawa)
Ungau (ngantuk)
Unjo (kayu/bambu yg ditancap di tanah)
Untap (lahap)
Unto (onta)
Upat (mencaci dari jauh)
Upe (rupa)
Use (rusa)
Uso (tangisi)
Utan (hutan)
Utang (hutang)
Uwak (paman/bibi lebih tuah dari ayah/ibu)

Resiko dan Berkah Ganti Nama

Oleh Abdurrahman

Meski Shakepeare mengatakan “apalah arti sebuah nama”, namun tetap saja tiap orang perlu nama. Dengan nama itulah seseorang akan disapa, dikenal, lalu dikenang, sehingga kalau tidak ada alasan penting, jarang ada orang mau mengubah nama. Maka tidak heran kalau banyak teman lama yang heran mengapa nama A. Rahman berubah menjadi Abdurrahman Jemat?

Memang banyak alasan mengapa orang mengubah nama, antara lain:
Pertama, ingin dikenal sebagai orang lain untuk menghilangkan jejak. Mereka ini biasanya para teroris atau buronan yang selalu berganti nama agar tidak tertangkap.

Kedua, ingin mengubah status, misalnya ingin mengubah status pria menjadi wanita atau orang desa menjadi orang kota. Maka ada orang yang paginya bernama Ismet malamnya menjadi Isye. Di kampung namanya Mina, lalu di kota menjadi Misye he….

Ketiga, untuk menyesuaikan dengan agama yang baru dianutnya. Jika dia sekarang menganut agama Islam maka menggunakan nama Muslim, misalnya Frank Ribery menjadi Muhammad Bilal. Jika dia masuk Katolik biasanya menambah nama babtis di depan namanya.

Keempat, ingin mengubah peruntungan. Termasuk di sini mereka yang sekarang bernama Sudono Salim, Djoko Tjandra, Mochtar Riady, dan lain-lain yang terbukti mendapat hoki setelah menyandang nama baru tersebut.

Sedangkan perubahan nama saya terjadinya serba kebetulan. Awal tahun 2002 saya mengalami pemutusan hubungan kerja dari IISIP yang sekarang dikelola oleh YKT karena alasan “tidak ada dalam aturan”. Bukan hanya dipecat, tapi juga dituntut ke pengadilan karena dituduh “melakukan perbuatan wan prestasi” . Alhamdulillah, meski YKT menyewa pengacara terkenal, namun Pengadilan Negeri Cibinong, Pengadilan Tinggi Bandung, maupun Mahkamah Agung memutus dan menetapkan menolak tuntutan tersebut.

Kehilangan pekerjaan, mendorong saya mencari nafkah dari tempat lain untuk membiayai istri dan anak-anak yang sudah mulai dewasa. Di luar IISIP, saya sering ditanya tentang kepanjangan A. pada A. Rahman. Nah, untuk menghindari pertanyaan tersebut, saya memperkenalkan nama pemberian orang tua: Abdurrahman. Kadang di belakang nama itu saya tambahkan Jemat untuk mengenang nama ayah yang telah tiada.


Resiko dan berkah

Menyandang nama baru bukan tanpa resiko. Banyak teman lama yang tidak langsung mengenali saya. Buktinya ketika saya “add” di fesbuk banyak mereka masih bertanya “ini siapa?’. Bahkan banyak murid bimbingan saya di IISIP dulu, tidak lagi kenal saya. “Pangling!”, alasannya. Padahal saya termasuk “orang lama” di IISIP/STP.

Namun bagi saya berkah nama baru juga banyak (mungkin ini berkah PHK). Kalau dulu hanya memiliki satu bos, sekarang punya banyak bos karena bisa bekerja di banyak tempat dengan beragam pekerjaan. Alhamdulillah, meski tidak punya pekerjaan tetap dan pendapatan tetap, tapi bisa tetap bekerja dan tetap berpendapatan. Meski tak bisa melihat berapa luas almamater di Lenteng Agung, tapi bisa menyaksikan luasnya NKRI.

Berkah paling berharga adalah saya benar-benar yakin bahwa rezeki semata dari Allah. Dia menurunkan rezeki dengan cara, dari tempat, dan dengan jumlah yang tidak pernah kita duga. “Mintalah kepadaKu pasti Kuberi” , “Aku lebih dekat daripada urat nadimu”, demikian firmanNya yang selalu menuntun saya ke sajadah. Alhamdulillah, Dia tak penah mengabaikan permohonan hambaNya.

Memahami Jurnalistik

Oleh Abdurrahman, MS

A.PENDAHULUAN

1.Pengertian Jurnalistik

Kata jurnalistik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Belanda Jurnalistiek. Bahasa Inggrisnya Journalism. Baik Jurnalistiek maupun Journalism berasal dari bahasa Latin, diurnalis (Hoeta Soehoet, 1990 :1). Secara harfiah jurnalistik atau jurnalisme berarti pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita dalam suratkabar, dan sebagainya (Moeliono, et all., 1990 :370).

Dalam konteks komunikasi, jurnalistik diartikan sebagai “cara penyampaian pesan menggunakan media massa periodik. Media massa periodik adalah singkatan dari media komunikasi massa, merupakan alat perantara dalam penyampaian pesan (message) kepada banyak massa. Massa di sini artinya adalah banyak orang, tersebar luas, heterogen (beragam), dan anonim (tidak semua bisa dikenali).
Media massa periodik adalah media massa yang terbit atau disiarkan secara teratur pada waktu yang tetap sebagaimana telah ditentukan sebelumnya, misalnya tiap jam, tiap hari, tiap minggu, dan sebagainya.

2.Ruang Lingkup Jurnalistik

Dari batasan tentang jurnalistik di atas terlihat bahwa ruang lingkup jurnalistik berhubungan dengan kegiatan penyampaian pesan melalui media massa periodik (suratkabar, majalah, tabloid, bulletin, radio, televisi, on line). Dengan demikian, kegiatan penyampaian pesan melalui media yang bukan media massa, misalnya surat, telegrap, telepon, faximail, dan sejenisnya tidak termasuk lingkup jurnalistik. Juga penyampaian pesan melalui media massa non periodik, seperti spanduk, poster, pamplet, leaflet, folder, billboard, booklet, buku, dan sejenisnya tidak termasuk kajian jurnalistik.

B.KEGIATAN DAN PEKERJAAN JURNALIS

1.Kegiatan Jurnalistik

Donald Peneth (1983 :239). mengatakan, kegiatan jurnalistik mencakup kegiatan mencari, mengolah, dan menyebarluaskan berita dan informasi, fakta dan pendapat yang menarik perhatian. Pendapat ini senada dengan Harimurti Kridalaksana (1984 :44), yang mengatakan, bahwa pekerjaan jurnalistik mencakup pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan karangan untuk media massa periodik.

Dengan demikian, kegiatan jurnalistik mencakup semua kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian berita dan pendapat melalui media massa periodik. Mulai dari kegiatan mencari dan mengumpulkan fakta, mengolah fakta tersebut menjadi berita (news) dan pendapat (opinion), serta menyebarluaskan berita dan pendapat tersebut melalui media massa periodik. Kegiatan tertsebut persis sebagaimana digambarkan Frazer Bond (1969 :1), yaitu suatu kegiatan penyampaian informasi dari sini ke sana dengan akurat, dapat dipahami, serta cepat.

Orang yang melaksanakan kegiatan jurnalistik disebut Jurnalis atau Wartawan. Jadi, semua orang yang bertugas menyampaikan berita dan pendapat melalui media massa periodik adalah wartawan. Kegiatan mereka itu mencakup tugas mulai dari mencari dan mengumpulkan fakta, tugas mengolah/menulis faktak itu menjadi berita atau pendapat, serta menyampaikan/menyiarkan berita dan pendapat tersebut dalam media massa periodik.

2.Tugas Jurnalis/Wartawan

Dari penjelasan tentang kegiatan jurnalistik di atas terlihat, tidak semua kegiatan di media massa periodik termasuk kegiatan jurnalistik. Kegiatan Jurnalistik hanyalah menyangkut pekerjaan yang berhubungan dengan tersiarnya berita dan pendapat.
Pada media massa periodik, tanggung jawab terhadap berita dan pendapat merupakan pekerjaan bidang redaksi. Dengan demikian tugas Jurnalis/Wartawan hanyalah menyangkut semua kegiatan di bidang redaksi.

Pada media cetak, mereka yang melaksanakan tugas penyampaian berita dan pendapat terdiri dari: 1) Pemimpin Redaksi (Pimred), 2) Wakil Pemimpin Redaksi (Wapimred), 3) Redaktur Pelaksana (Redpel), 4) Sekretaris Redaksi, 5) Redaktur, dan 6) Reporter/koresponden.

a.Pemimpin Redaksi (Pimred), bahasa Inggrisnya Chief Editor, bertugas memimpin semua pelaksanaan tugas bidang redaksi dan bertanggung jawab atas semua isi redaksional. Dalam melaksanakan tugasnya, Pimred dibantu oleh (Wapimred). Jumlah Wapimred disesuaikan dengan keperluan di tiap media massa tersebut, biasanya hanya ada satu Wapimred.

b.Redaktur Pelaksana (Redpel), bahasa Inggrisnya Managing Editor, bertugas memimpin pelaksanaan tugas redaksional sehari-hari. Redpel inilah yang mengatur pelaksanaan tugas-tugas para redaktur di bawahnya. Tugas Redpel ini sangat berat, dia bertanggung jawab atas tersedianya bahan yang memenuhi syarat untuk disiarkan di media massa yang bersangkutan. Pada media massa televisi, seperti RCTI, Redpel disebut sebagai Koordinator Liputan

Jumlah Redpel di tiap media massa disesuaikan dengan kebutuhan di media massa tersebut. Sebagai contoh, suratkabar Kompas, sebuah suratkabar nasional yang besar dengan pelaksanaan tugas sangat beragam hanya memiliki seorang Redpel. Sedangkan suratkabar Suara Pembaruan memiliki tiga Redpel, yaitu Redpel Perolehan, Redpel Penyuntingan, dan Redpel Opini.

c.Redaktur atau Editor, bahasa Inggrisnya Desk Editor melaksanakan tugas penyuntingan sesuai dengan bidang tugas yang dipercayakan kepadanya. Tugas redaktur berita biasanya disesuaikan dengan bidang masalah yang diberitakan, misalnya redaktur olahraga, politik, dan sebagainya. Ada juga tugas tersebut berdasarkan cakupan wilayah berita, misalnya Metropolitan, Daerah, dan Luar Negeri. Sedangkan untuk redaktur opini disesuaikan dengan jenis tulisan opini, misalnya redaktur feature, karikatur, artikel, cerita, dan sebagainya.

d.Reporter dan Koresponden melaksanakan tugas pencarian dan pengadaan fakta untuk bahan berita. Yaitu menyaksikan peristiwa yang dianggap pantas untuk diberitakan. Juga menemui orang-orang tertentu yang diyakini layak untuk diminta keterangan atau pendapatnya sebagai sumber berita. Perbedaan Reporter dan Koresponden terletak pada basis tugas mereka. Reporter bertugas di kantor pusat, sedangkan Koresponden adalah bertugas di daerah lain atau di luar negeri.

e.Sekretaris Redaksi, tugasnya menerima naskah berita dan pendapat, terutama dari luar redaksi, menyeleksi naskah tersebut, lalu menyerahkan kepada redaktur yang relevan.

Semua orang yang berprofesi sebagai wartawan memulai karirnya sebagai reporter/koresponden. Bahkan ada wartawan yang tetap memilih sebagai reporter meskipun mempunyai peluang untuk menjadi Redaktur atau Redaktur Pelaksana.


C. HASIL KERJA DAN KARYA JURNALISTIK

1.Hasil Kerja Jurnalistik

Seperti dijelaskan di ban sebelumnya, bidang tugas jurnalistik berhubungan dengan pekerjaan redaksional media massa. Maka hasil kerja jurnalistik merupakan isi redaksional media massa. Ciri khas isi redaksional adalah pemuatannya selalu atas pertimbangan kepentingan sebagian besar khalayak. Bukan untuk kepentingan kelompok tertentu, apalagi untuk kepentingan wartawan atau penulis.

Bagi media massa cetak, isi redaksional biasanya lebih banyak daripada isi lainnya. Hal ini karena pada media massa cetak yang dijual adalah isi redaksional tersebut. Orang membeli suratkabar atau majalah karena ingin membaca berita dan pendapat yang dimuat dalam media tersebut. Semakin layak jual isi redaksionalnya, semakin laku media massa tersebut. Semakin banyak tiras suratkabar/majalah yang bersangkutan.

Biasanya, semakin banyak tiras media tersebut, semakin mudah mereka menggaet pemasang iklan. Semakin banyak suatu media massa berhasil menggaet pemasang iklan, semakin besar kemampuan perusahaan media massa tersebut dalam menyediakan sarana dan prasarana bagi wartawannya. Juga semakin besar kemampuan perusahaan untuk menaikkan kesejahteraan karyawan media massa yang bersangkutan.

2.Karya Jurnalistik

Meskipun isi bidang redaksi merupakan hasil karya para jurnalis/wartawan, namun tidak semua isi bidang redaksi tergolong karya jurnalistik. Pemuatan non karya jurnalistik di media massa karena karya tersebut diperkirakan dapat menarik perhatian banyak orang. Non karya jurnalistik biasanya berfungsi sebagai hiburan. Contohnya adalah cerita pendek, cerita bersambung, puisi/sajak, teka-teki silang, ramalan bintang, dan lain-lain.

Ciri karya jurnalistik adalah selalu berdasarkan fakta. Sedangkan non karya jurnalistik, meskipun idenya dari fakta, namun fakta tersebut sudah difiksikan. Penyajian tiap karya jurnalistik terikat oleh kaidah-kaidah yang berlaku dalam dunia jurnalistik, baik susunan (struktur) penyajian maupun bahasa yang digunakan.

Karya jurnalistik menurut isinya terdiri dari Berita dan Pendapat. Beda berita dengan pendapat adalah:

a.Berita merupakan laporan penulisnya (wartawan) dari fakta yang ia lihat (peristiwa) dan atau fakta yang ia dengar (pendapat manusia lain), sedangkan pendapat merupakan buah pikiran wartawan atau penulis tentang sesuatu persoalan.

b.Penyampaian berita terikat pada waktu. Oleh karena itu penulisan berita selalu menyebutkan dimana dan kapan bahan berita tersebut diliput (diperoleh) oleh reporter.

Di samping berita dan pendapat, ada lagi karya jurnalistik yang tidak bisa digolongkan sebagai berita maupun pendapat. Karya seperti ini bukan merupakan laporan tentang fakta, juga bukan merupakan buah fikiran penulisnya. Karya ini tetap merupakan fakta (umumnya fakta pendapat) sebagaimana adanya, namun tersebarnya karya tersebut di media massa tidak lepas dari peran atau pelaksanaan tugas para jurnalis.

Pada media massa elektronik, karya jurnalistik seperti ini contohnya adalah diskusi panel dan wawancara langsung. Sedangkan di media massa cetak, contoh karya jurnalistik seperti ini adalah tulisan hasil wawancara yang dimuat apa adanya dalam bentuk pertanyaan dan jawaban. Contoh lain dari fakta berita adalah jadual acara televisi. Karya jurnalistik seperti ini dinamakan Fakta Berita.
Berita

Berita adalah laporan tentang fakta peristiwa dan atau pendapat. Di media cetak laporan tersebut bisa dalam bentuk tulisan, foto, tulisan disertai foto atau gambar, atau foto/gambar yang disertai tulisan. Di media radio laporannya hanya suara (kata-kata, kata-kata disertai efek suara atau musik). Sedangkan di media televisi, laporannya dalam bentuk suara dan gambar (Rahman, 1993).

Menurut sumbernya, berita dapat dibagi tiga macam: 1) Berita Peristiwa, yaitu berita yang disusun berdasarkan peristiwa yang disaksikan dan dirasakan oleh reporter/koresponden, 2) Berita Pendapat, yaitu berita yang disusun berdasarkan pendapat manusia lain yang didengar atau dibaca oleh reporter/koresponden. Pendapat manusia lain tersebut bisa jadi pendapat satu orang dan bisa juga pendapat dari banyak orang, dan 3) Berita Peristiwa dan Pendapat, bila berita tersebut berisi mengenai peristiwa dan pendapat manusia lain sekaligus.

Editorial, sering juga disebut sebagai tajuk rencana atau induk karangan. Ada juga yang menyebutnya sebagai induk opini. Biasanya tajuk rencana ditulis oleh pemimpin redaksi atau oleh wartawan senior yang memahami benar visi dan misi media massa yang bersangkutan. Penulis tajuk rencana juga haruslah orang yang mengusai benar masalah yang ditajukkan. Tulisan Editorial ini meskipun ditulis oleh satu orang (Pemeimpin redaksi, Redatur pelaksanan, Redaktur atau penulis yang ditugaskan secara khusus), namun isinya mencerminkan (mewakili) pendapat resmi dari media massa yang bersangkutan.

Menurut Sandman, Rubin, dan Sachman (1982:277), tajuk rencana yang baik memaparkan pandangan dan pendirian yang tegas, dan berusaha meyakinkan pembaca bahwa apa yang dikemukakan itu benar, berdasarkan fakta, logis, dan terkadang dengan emosi yang terkendali.

Karikatur adalah gambaran tentang kejadian atau persoalan yang sedang hangat di masyarakat yang dilukiskan melalui gambar yang dilebih-lebihkan sehingga terkesan lucu. Sama dengan tajuk rencana, karikatur dimuat secara teratur di media massa (misalnya Rubrik Om Pasikom di Kompas), berisi kritik sosial. Meskipun karikatur dilukis oleh satu orang, tapi merupakan pendapat resmi media massa yang bersangkutan.

Pojok sesuai dengan namanya merupakan tulisan singkat yang ditempatkan di pojok halaman. Tulisan Pojok terutama hanya terdapat di suratkabar Harian, merupakan tulisan yang ditempatkan pada kolom khusus (tetap). Pojok hanya berisi dua kalimat, terdiri dari kalimat pernyataan dan kalimat tanggapan.
Kalimat pernyataan merupakan kutipan secara singkat tentang peristiwa atau persoalan yang sedang hangat di masyarakat. Sedangkan kalimat tanggapan berisi komentar singkat dari redaksi media massa yang bersangkutan terhadap peristiwa maupun persoalan tersebut. Kalimat tanggapan dari redaksi tersebut bisa berupa dukungan, tantangan, atau pertanyaan terhadap masalah yang dikemukakan dalam kalimat pernyataan.

Artikel merupakan karangan (hanya ada dalam media massa cetak) yang berisi analisis penulisnya terhadap suatu persoalan/keadaan yang terjadi di masyarakat, atau berisi hasil pemikiran baru dari penulisnya yang ingin ia sebarluaskan kepada khalayak.
Seperti dikemukakan Jakob Oetama (1989:233), artikel mengupas suatu masalah secara lebih panjang karena disertai kelengkapan data. Kalau diamati, tulisan artikel di media massa, karena panjangnya, sering harus bersambung ke halaman lain. Bahkan ada artikel yang bersambung ke terbitan berikutnya sampai dua tiga hari terbitan.

Feature disebut juga sebagai karangan khas, yaitu jenis karya jurnalistik yang merupakan hasil kreativitas penulisnya dari pengamatannya terhadap fakta, disayajiakan sedemikian rupa dengan lebih menonjolkan unsur manusiawi. Dengan demikian dalam feature memungkinkan penulisnya memasukkan unsur subjektivitas. Subjektivitas penulis tersebut, menurut Mappatoto (1992:1) tercermin dalam pemaparannya berupa hasil pemahaman atau tafsirannya terhadap bahan karangan. Isi tulisan feature bisa mengenai ilmu pengetahuan, pariwisata, profil seseorang, sejarah, petunjuk mengerjakan sesuatu (how to do it), dan sebagainya.

Menurut Pratikto (1984:16), tulisan feature terutama bersifat ringan, menghibur, menyenangkan; merangsang dan menimbulkan rasa emosional, perasaan, imajinasi pembaca; memberi, menambah, dan meningkatkan informasi tentang kejadian atau peristiwa, masalah, gejala, proses, aspek-aspek kehidupan, termasuk juga latar belakang..

Kolom hampir sama dengan artikel, yaitu merupakan analisis penulisnya terhadap suatu peristiwa atau persoalan. Beda antara kolom dengan artikel, seperti dikemukakan oleh Oetama (1989:233),yaitu kolom membahas masalah yang fakta dan datanya telah termuat dalam berita. Karena itu, data dan fakta tersebut tidak diulangi secara lengkap, sekedar yang relevan atau konteksnya saja. Kolom juga mendekati tajuk, bedanya, kolom disertai nama penulis.

Dibandingkan dengan artikel, Kolom lebih singkat dan tulisannya tuntas dalam satu halaman cetak, tidak pernah bersambung ke halaman lain, apalagi bersambung ke terbitan berikutnya. Kolom juga hampir sama dengan feature. Seperti didefinisikan oleh Guralink (1982:282), kolom merupakan seri dari atikel feature yang ditampailkan secara teratur di bawah sebuah judul tertentu di suratkabar atau majalah ditulis oleh penulis khusus. Daya tarik kolom biasaya tergantung sekali pada daya tarik penulisnya. Contoh tulisan kolom di media massa adalah Rubrik Asal Usul di suratkabar Kompas Minggu dan Nah Ini Diah di suratkabar Pos Kota.

Surat Pembaca digolongkan sebagai karya jurnalistik karena redaksi sangat berperan dalam menentukan tersajinya surat pembaca tersebut dalam media massa. Redaksi berperan menentukan panjang pendeknya tulisan serta bahasa yang digunakan. Sehingga surat pembaca yang dikirim penulisnya dalam tiga halaman, terkadang cukup dimuat dengan dua kalimat saja, dengan gaya bahasa yang berbeda dengan gaya surat aslinya. Namun jika ada media massa yang tidak mengedit lagi surat pembacanya, maka surat pembaca yang dimuat tersebut tidak dapat digolongkan sebagai karya jurnalistik.

3.Prinsip Karya Jurnalistik

Karya jurnalistik tidak hanya dihasilkan oleh wartawan, tapi bisa juga disusun oleh penulis lepas. Karya penulis lepas ini akan dimuat jika sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh redaksi media massa yang akan memuat tulisan tersebut.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam menulis karya jurnalistik adalah sebagai berikut:

a.Karya jurnalistik dimuat atas dasar kepentingan sebagian besar khalayak. Seperti dikemukakan Berelson dan Steiner (1954:212), manusia cenderung untuk melihat dan mendengar hal-hal yang menguntungkan dan sesuai dengan kecenderungan mereka. Maka dalam memilih persoalan hendaknya benar-benar berhubungan dengan persoalan khalayak.

b.Tiap media massa memiliki cara penyajian yang khas, misalnya dalam penggunaan bahasa, istilah, maupun jargon-jargon yang disesuaikan dengan khalayak sasaran masing-masing. Penyajian yang khas ini sesuai dengan kesenangan khalayak mereka.

c.Pemuatan suatu karya jurnalistik selalu dengan mempertimbangkan misi media massa bersangkutan. Unntuk media Islam tentu tidak akan memuat tulisan atau gambar yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

d.Ruangan media massa sangat terbatas dan mahal. Maka setiap tulisan yang disusun harus memperhatikan besar ruangan yang disediakan. Bila perlu hitung jumlah karakter (hurup) maksimal yang bisa dimuat dalam ruangan tersebut.

Pada akhirnya kita harus ingat, bahwa yang paling berkuasa menentukan terpenuhinya kriteria suatu tulisan untuk dimuat sangat tergantung pada redaksi media massa yang bersangkutan. Redaksilah yang menentukan suatu tulisan layak dimuat atau layak dibuangnya ke kotak sampah. Kiranya perlu diingat tentang pendapat yang populer di kalangan para reporter, “Berita adalah apa yang menurut redaksi saya adalah berita” (Johnson, 1979 :33).

Mengenai syarat-syarat karya jurnalistik yang baik, J.B. Wahyudi (1996::3) mengajukan 10 syarat, sebagai berikut:

Tidak memihak, kecuali memihak kebenaran
Isi uraiannya berimbang.
Isi uraiannya adil
Isi uraiannya tidak melanggar azas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan tidak mempengaruhi jalannya persidangan suatu perkara (trial by the press)
Mengutamakan kecepatan dan kebenaran
Uraiannya ringkas, jelas, sederhana, dan dapat dipercaya
Uraiannya tunduk pada filosofi atau ideologi bangsa dan negara
Uraian bersifat bebas, tetapi bertanggung jawab
Tidak mencampuradukkan fakta dan pendapat pribadi
Tidak bertentangan dengan SARA.

Syarat-syarat yang diajukan oleh Wahyudi di atas lebih dititikberatkan pada syarat penulisan berita, namun juga perlu diperhatikan oleh para wartawan Indonesia dalam menulis karya-karya mereka.

D.KESIMPULAN

1.Jurnalistik berarti cara penyampaian isi pernyataan melalui media massa periodik. Dengan demikian ruang lingkup jurnalistik menyangkut tentang penyampaian isi pernyataan melalui suratkabar, majalah, kantor berita, radio, dan televisi (termasuk melalui situs internet).

2.Kegiatan jurnalistik mencakup kegiatan mencari dan mengumpulkan, mengolah (menulis dan menyunting), serta menyampaikan/menyajikan berita dan pendapat. Bidang pekerjaan jurnalis meliputi semua pekerjaan di bidang redaksional, mulai dari Pemimpin Redaksi sampai Reporter.

3.Hasil kerja jurnalistik adalah semua isi pernyataan (berita dan pendapat) yang dikerjakan bidang redaksi. Namun tidak semua hasil kerja para jurnalis tersebut merupakan karya jurnalistik. Salah satu ciri karya jurnalistik adalah berdasarkan fakta.

4.Karya jurnalistik tersebut terdiri dari Berita dan Pendapat. Berita terdiri dari berita mengenai peristiwa, berita mengenai pendapat, serta berita mengenai peristiwa dan pendapat. Sedangkan pendapat terdiri dari: tajuk rencana, pojok, karikatur, feature, kolom, artikel, dan surat pembaca.

5.Karya jurnalistik dimuat atas dasar kepentingan khalayak media massa yang bersangkutan. Layak tidaknya suatu tulisan untuk dimuat ditentukan oleh pertimbangan redaksi media massa yang bersangkutan.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adinegoro, Pers dan Journalistik, Balai Pustaka, Jakarta 1948.
Berelson, B. dan Steiner, G.A., Human Behavior, Harcout Broce & Word, New York, 1954.
Bond, Frazer, An Introduction to Journalism, The Macmilan Company, Ontorio, 1969
Guralink, David B., Webster’s New World Dictionary, Simin & Schuter, New York, 1982
Hoeta Soehoet, A.M, Dasar-dasar Jurnalistik, IISIP Jakarta, 1990
Johnston, Donald H., Journalism and the Media, Barnes and Noble, New York, 1979
Kridalaksana, Harimurti, Leksikon Komunikasi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984
Mappatoto, Andi Baso, Teknik Penulisan Feature (Karangan-Khas), Gramedia, Jakarta, 1992
Oetama, Jakob, Perspektif Pers Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1989
Pratikto, Riyono, Kreative Menulis Feature, Alumni, Bandung, 1984
Peneth, Donald, The Encyclopedia of America Jurnalism, Fact on File Publication, Vol.13, New York, 1983.
Rahman, A., Profil Suratkabar Harian Sumatera, tesis Pancasarjana IPB Bogor, 1993.
Sandman, Peter M. David M. Rubin, dan David B. Sachman, Media An Introduction Analysis of America Massa Communication, Prentice Hall, Inc., New Jersey, 1982

Orang Palembang

Dalam rangka mempopulerkan Sumatera Selatan sebagai tujuan wisata nasional, maka saya ingin menjelaskan tentang orang Palembang. Tujuannya, agar para sahabat yang mengunjungi bumi Sriwijaya itu tidak “salah persepsi” terhadap masyarakat Palembang. Agar tidak terjadi miskomunikasi dan salah pengertian terhadap orang Palembang.

Pertama, orang Palembang sering mengekspresikan dirinya sebagai orang kuat (lebih kuat daripada Limbad he3x), karena ‘paku’ dan ‘keris’ sering dibikin sebagai sayuran. “Paku”, bahasa Palembang, berarti pakis dan “keris” adalah jagung muda (putik jagung). Bagi orang Palembang, jangankan paku dan keris, kapal selam juga jadi sarapan. “Kapal selam”, saya yakin semua sudah tahu, yaitu mpek-mpek yang isinya telur.

Kedua, orang Palembang tidak takut dengan binatang dan apapun yang galak, bahkan sangat senang dengan cewek/cowok galak. Maka kalau para sahabat yang galak datanglah ke Palembang, pasti akan disambut dengan suka-cita…. Galak, berarti mau, suka, atau doyan. Maka kalau di sana, sahabat akan sering ditanya, “galak dak….?” . Sebaliknya, orang Palembang sangat benci pada orang yang “berbudi – di Palembang dibaca “bebudi”. Di sana, “bebudi” artinya menipu. Inilah mengapa semboyan “SBY Berbudi” terpaksa diganti menjadi “SBY Budiono”.

Ketiga, di Palembang tidak mungkin ada kasus perbudakan, karena orang Palembang sangat sayang pada budak. “Budak”, artinya anak kecil. Siapa sih yang tidak sayang pada anak kecil? Maka di Palembang tidak mungkin ada “budak nafsu”, karena kalau masih budak tentu belum ada nafsu he….

Keempat, kalau ke Palembang jangan sekali-kali terucap kata “ngacok”, walau sahabat dalam keadaan kesal. Orang Palembang sangat jengah mendengar kata itu dan bagi mereka sangat tabu untuk diucapkan. “Ngacok”, bahasa Palembang berarti melakukan senggama. Maka kalau ada orang mengucapkan “ngacok umakmu”, pasti ujungnya berkelahi, bisa jadi sampai berakhir dengan pembunuhan.

Kelima, kalau sahabat mau naik kenderaan umum, tidak usah ragu kalau disarankan “naik taksi”. Ongkos taksi di sana sama dengan ongkos angkot, karena orang Palembang sering menamai angkot itu dengan “taksi”. Misalnya sahabat disarankan, naik taksi dari Ampera ke Tanggo Buntung, artinya naik angkot dari Jembatan Ampera menuju Terminal Tangga Buntung. Namun kalau naik “taksi”, jangan heran kalau sopirnya bilang mau nunggu atau mau mencari pesisir. Si sopir bukan sedang menungu atau mencari pantai, karena “pesisir” artinya penumpang.

Semoga tulisan ini dapat membantu sahabat menikmati wisata di bumi “wong kita”. Juga bisa santai bersama orang Palembang dalam menikmati berbagai penganan khas Palembang: sambal tampoyak, pindang Meranjat, pepes lais, dan aneka mpek-mpek: mpek-mpek dos, lenjer, bakar, jangat, lenggang, tekwan, dan kapal selam!

BAHASA JURNALISTIK

Oleh Abdurrahman

ABSTRACT

Bahasa Indonesia Junalistik, or some people call it Bahasa Junalistik Indonesia, is Indonesian Language that is used by journalists to write throght mass media. The use is following the rule of the Indonesian Language Structure, which corresponding to the characteristic of mass media.
Generally, the are three rules of Bahasa Indonesia Junalistik: First, since mass media is created for general people, the language has to be “accurate and easy to understand”. Second, since mass media has limited space or time, the sentences have to be “simple and solid”. Third, since mass media always try to win competition, the whole package has to be “interesting’

PENGANTAR

Di kalangan para ahli terdapat perbedaan penggunaan istilah untuk bahasa Jurnalistik di Indonesia. Para praktisi jurnalistik (wartawan) lebih senang menggunakan istilah Bahasa Jurnalistik Indonesia, sedangkan kalangan akademisi (perguruan tinggi komunikasi) lebih memilih istilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.
Sebagai contoh, Goenawan Mohamad (1977) dan Rosihan Anwar (2004), dua wartawan senior Indonesia menulis buku dengan judul Bahasa Jurnalistik Indonesia. Sedangkan Ras Siregar (1987), mantan dosen senior di Sekolah Tinggi Publisistik Jakarta (sekarang IISIP), memilih judul bukunya Bahasa Indonesia Jurnalistik. Juga di berbagai perguruan tinggi komunikasi sampai saat ini masih mengajarkan matakuliah Bahasa Indonesia Jurnalistik.

Sebenarnya perbedaan penamaan tersebut hanya karena perbedaan sudut pandang semata. Menurut kalangan wartawan atau jurnalis, bahasa yang digunakan para jurnalis di manapun sama saja, yaitu bahasa Jurnalistik. Perbedaannya hanya terletak pada khalayak yang menjadi sasaran. Maka bagi mereka, bahasa junalistik yang digunakan di Indonesia lebih pas dinamakan bahasa Jurnalistik Indonesia, yaitu bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak yang menggunakan bahasa Indonesia.

Sedangkan bagi kalangan akademisi, istilah bahasa Jurnalistik Indonesia tentu tidak bisa diterima, sebab kenyataannya tidak pernah ada bahasa Jurnalistik. Yang ada hanyalah bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Mandarin, dan sebagainya. Lagi pula, bahasa yang digunakan wartawan Indonesia adalah bahasa Indonesia, meski penggunaannya telah disesuaikan dengan kepentingan profesi jurnalis. Maka bagi mereka, istilah paling tepat adalah Bahasa Indonesia Juralistik, yaitu bahasa Indonesia yang digunakan oleh kalangan jurnalis.

Jadi secara esensial, baik Bahasa Jurnalistik Indonesia maupun Bahasa Indonesia Jurnalistik mengandung pengertian yang sama, yaitu bahasa Indonesia yang digunakan Jurnalis/wartawan untuk menulis pesan (message) melalui media massa: suratkabar, tabloid, majalah, buletin, radio, televisi, maupun media on line. Maka dalam tulisan ini, penulis akan menggunakan istilah Bahasa Indonesia Jurnalistik (BIJ).

PEMBAHASAN

Penggunaan Bahasa Indonesia Jurnalistik sama dengan penggunaan bahasa Indonesia pada umumnya, yaitu harus sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia sebagaimana diatur dalam Ejaan Yang Disempunakan (EYD). Namun karena BIJ digunakan khusus untuk penyampaian pesan (message) melalui media massa, maka penggunaannya harus disesuaikan dengan karekteristik media massa.

Secara umum ada tiga karakteristik media massa yang sangat berpengaruh terhadap penggunaan Bahasa Indonesia Jurnalistik. Pertama, media massa selalu diterbitkan atau disiarkan untuk umum, artinya siapapun boleh mengakses (membaca/mendengar/menonton) media massa yang bersangkutan. Kedua, media massa selalu memiliki ruang/waktu terbatas, yaitu bagi media cetak memiliki ruang sangat terbatas, sedangkan bagi media elektronik memiliki waktu yang terbatas. Ketiga, setiap media massa selalu berusaha memenangkan persaingan dengan media massa lain.

Menulis untuk umum

Media massa selalu diterbitkan/disiarkan untuk umum, sehingga khalayaknya terdiri dari: 1) banyak orang, bahkan jumlahnya bisa jadi sangat banyak 2) tersebar luas, sejauh media tersebut bisa diakses, 3) heterogen (beragam), yaitu digolongkan berdasarkan jenis kelamin, usia, suku, pendidikan, dan sebagainya beragam, serta 4) anonim (tidak bisa dikenali), yaitu tidak bisa diidentifikasi secara pasti siapa saja yang menjadi khalayak media tersebut.Dengan demikian penyampaian pesan jurnalistik selalu ditujukan untuk umum, tersebar luas, heterogen, dan anonim, sehingga syarat pertama BIJ harus akurat dan mudah dipahami.

Sebagaimana dijelaskan Charnley (1979:33), “accuracy mean literally that every element in news story, every name and date and age and address, every definitive word or phrase or sentence, is an unequivocal statement of veryfiable reality”.
Dengan demikian yang dimaksud akurat adalah tepat, yaitu penulisan nama dan identitas, maupun kata dan kalimat harus tepat sesuai kenyataan. Misalnya dalam menulis/menyebut nama penulis artikel ini harus Abdurrahman, bukan Abdulrahman atau Abdurrachman, sebab dua nama terakhir adalah nama orang lain. Begitu juga kalau menulis gelar penulis harus benar, yaitu MS, bukan M.Si atau MM, sebab ada orang lain yang namanya abdurrahman, namum gelarnya MM atau M.Si.

Pemilihan kata juga harus mampu menggambarkan persoalan yang hendak disampaikan secara tepat. Misalnya dalam menggambarkan keadaan seorang yang menghembuskan nafas terakhir, wartawan harus mampu memilih secara tepat antara kata: meninggal, mati, atau tewas (kata wafat sebaiknya tidak digunakan kerena terkesan tidak demokratis). Juga dalam menjelaskan tentang seseorang yang diberhenti dari jabatan, wartawan harus mampu memilih secara tepat kapan harus menggunakan kata: diberhentikan, dipecat, didepak, disingkirkan, dijatuhkan, digusur, dilengserkan, dimutasi, atau dibebastugaskan.

Sebagai contoh, dalam memberitakan tentang “tentara” yang sedang berperang, wartawan selalu menggunakan kata berbeda untuk masing-masing pihak yang bertempur. Biasanya kalau wartawan itu bertindak netral, dia menggunakan kata pasukan (misalnya pasukan Philipina), namun kalau sedikit saja berpihak, dia akan menggunakan kata prajurit atau pejuang (misalnya pejuang Taliban) untuk pihak yang didukung, lalu kata serdadu bahkan kadang agresor (misalnya Serdadu Amerika atau agresor Israel) untuk pihak lawan.

Di samping memilih kata yang tepat, susunan kata juga harus tepat. Misalnya untuk menyebut wanita yang berprofesi sebagai pengusaha, harus ditulis wanita pengusaha, jangan ditulis pengusaha wanita, karena akan berarti orang yang menjual (mengusahakan) wanita. Oleh karena itu, sebelum menulis harus hati-hati dalam menempatkan kata, karena beda susunan kata maka pengertiannya pun akan berbeda. Contohnya susunan kata tidak lagi berbunyi berbeda artinya dengan tidak berbunyi lagi, juga berbeda dengan lagi tidak berbunyi. Begitu juga susunan kata parkir khusus pejabat berbeda dengan parkir pejabat khusus.

Maka istilah polisi wanita (polwan) di lingkungan kepolisian sebenarnya keliru, karena berarti polisi yang khusus menangani persoalan wanita (sama dengan polisi lalu lintas, yang khusus menanganii persolalan lalu lintas atau polisi hutan, yaitu polisi yang bertugas menjaga hutan).

Begitu juga dalam penulisan ukuran atau angka, harus tepat sesuai ukuran yang berlaku umum, maka harus dihindari penggunaaan kata: banyak, sedikit, jauh, dekat, karena tidak akurat. Jika tidak tahu jumlah yang tepat, bisa menggunakan kata ‘sekitar’, misalnya: Jarak tempuh sekitar 12 kilometer; sekitar 30 rumah rusak (bukan puluhan rumah rusak). Jangan pula menggunakan kata puluhan, ribuan, jutaan, dan seterusnya, karena menyebut rentang angka yang tidak jelas. Kata puluhan artinya antara 11-99, ratusan = 101-999, ribuan = 1001-9999, dan seterusnya. Anehnya, sampai saat ini masih sering kita jumpai media massa yang melaporkan sebagai berikut: banjir setinggi lutut orang dewasa (padahal tinggi orang dewasa berbeda-beda); ratusan orang meninggal dunia akibat flu babi...

Selain akurat, BIJ harus mudah dipahami, yaitu kata dan atau kalimat yang digunakan harus mudah dimengerti oleh semua khalayak dan dipahami sama oleh mereka. Maka kata dan kalimat yang dipilih haruslah sederhana sehingga mudah dipahami oleh mereka yang berpendidikan paling rendah. Juga kata dan kalimat yang digunakan harus dipahami sama oleh semua khalayak yang berbeda satatus sosail, suku, agama, dan sebagainya.

Cara paling tepat agar tulisan mudah dipahami adalah:
Pertama, gunakan kata yang sudah dikenal luas, yaitu kata yang akrab bagi semua khalayak. Maka harus dihindari menggunakan kata/istilah yang hanya dipahami oleh kalangan terbatas.

Kedua, hindari kata atau kalimat yang bisa menimbulkan pengertian ganda atau kata yang memiliki konotasi lain. Misalnya di kalangan remaja sekarang mereka akan tertawa kalau mendengar kata kawin, padahal kata itu asli bahasa Indonesia. Juga jangan menggunakan istilah yang memiliki pengertian berbeda bagi salah satu suku di Indonesia. Misalnya, kita sering mendengar pembawa acara/artis menyebut kata ngacok di televisi, padahal kata itu bagi orang Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu berarti senggama.

Ketiga, usahakan menjelaskan kata atau istilah yang belum populer, misalnya ewu pakewu (sungkan), white coloar crime (kejahatan yang dilakukan orang kantoran), dan sebagainya. Meski demikian, BIJ tidak mengharamkan penggunaan bahasa asing maupun bahasa daerah, bila memang kata/istilah daerah/asing lebih akurat dan lebih mudah dimengerti dibandingkan bahasa Indonesia. Apalagi kalau kata tersebut sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia.

Contohnya, kata efektif dan efisien lebih cepat dimengerti dibandingkan kata mangkis dan sangkil, meski kata mangkis dan sangkil merupakan bahasa Indonesia baku. Maka untuk kata/istilah dalam bidang ekonomi, olahraga, politik, apalagi tentang teknologi, tetap ditulis seperti kata/istilah aslinya, misalnya: fit and profer test, break event point, backhand, penalty, corner, komputer, hardware, internet, dan sebagainya.

Menulis Untuk Ruang/Waktu Terbatas

Apapun bentuk dan jenisnya, media massa memiliki ruang dan atau waktu terbatas. Contonya suratkabar, di Indonesia paling banyak memiliki 64 halaman yang dialokasikan untuk memuat berita, pendapat, iklan, dan sebagainya. Ruang berita hanya sekitar 60%. Itu pun untuk memuat berbagai berita mengenai berbagai masalah dari seluruh dunia. Jadi ruang yang disediakan untuk berita tentang suatu masalah (misalnya tentang perkembangan penanganan lumpur Lapindo) sangatlah terbatas.

Begitu juga dengan televisi. Misalnya siaran berita televisi berlangsung dalam waktu 60 menit. Biasanya alokasi waktu untuk berita hanya 45 menit, selebihnya untuk iklan. Dalam waktu 45 menit tersebut misalnya akan disiarkan 15 berita, sehingga setiap berita (gambar dan narasi) diberi jatah siar tiga menit atau 180 detik. Kalau setiap berita harus menampilkan gambar selama 60 detik, maka narasi hanya memiliki jatah 120 detik.

Artinya kalau wartawan menulis berita (misalnya berita tentang sidang kondisi Pak Harto), maka dia harus mampu menulis satu berita lengkap yang kalau dibacakan hanya memerlukan waktu tidak lebih dari dua menit.
Karena keterbatasan ruang dan waktu tersebut, maka syarat kedua BIJ adalah harus singkat dan padat. Maka wartawan harus mampu menjelaskan persoalan secara lengkap dengan menggunakan kata sehemat mungkin.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis, ada enam cara menghemat kata, yaitu:
Pertama, memilih penulisan kata menggunakan hurup paling sedikit, misalnya kata tidak ditulis tak; sehingga menjadi hingga, walaupun jadi walau; meskipun jadi meski; akan tetapi jadi tapi; dan sebagainya. Bahkan untuk singkatan atau akronim yang sudah populer ditulis tanpa disertai penjelasan, misalnya: SMU, ABRI, Kapolri, Mendagri, Pemda, dan sebagainya.

Kedua, menggunakan padanan kata lebih singkat, misalnya: sekarang menjadi kini, kemudian menjadi lalu, terkejut menjadi kaget, harapan ditulis asa, dan sebagainya. Begitu juga dalam penulisan angka, misalnya Rp 10.000.000.000 cukup ditulis Rp 10 miliar.

Ketiga, membuang kata yang tidak perlu, terutama kata yang sebenarnya tidak ada dalam susunan kalimat bahasa Indonesia, yaitu: 1) Kata "adalah" sebagai terjemahan is atau are (bahasa Inggris), misalnya: saya adalah masyarakat biasa, Barman adalah perencana pembunuhan. 2) kata telah, sedang, akan dalam kalimat yang sudah jelas keterangan waktunya, misalnya: Ketua MPR telah bertemu beberapa tokoh Papua di Istana Merdeka, kemarin; Sidang kabinet bidang ekuin sedang berlangsung sampai saat ini; Minggu depan pihak-pihak yang bertikai di Poso akan menandatangani perjanian perdamaian. 3) Kata "untuk" sebagai terjemahan kata to, misalnya: Badri diminta untuk datang ke Polres Jakarta Selatan; Presiden menolak untuk menandatangani pernyataan pengunduran diri. 4) Kata "dari" sebagai terjemahan kata of, misalnya: Para penghuni liar meminta pengertian dari Gubernur mengenai nasib keluarga mereka; Berdasarkan keterangan dari mantan Presiden SBY'... 5) Kata "bahwa" sebagai terjemahan kata that, misalnya: Julianti tidak menyangka, bahwa anak kelimanya akan terlahir sebagai orang yang menderita kelainan jiwa. 6) Kata "yang" menghubung kata benda dengan kata sifat, misalnya: Amrozi pembunuh yang berdarah dingin; PT Mandiri Utama tercatat sebagai pemilik yang sah dari bagunan yang berlantai empat itu.

Keempat, membuang kata yang kalaupun kata dibuang tidak mempengaruhi makna kalimat. Misalnya: Tiga orang mahasiswa UMD berhasil meraih penghargaan berupa trofi dari Mendiknas sebagai mahasiswa yang menyandang predikat sebagai mahasiswa teladan tingkat nasional tahun 2007 dalam bidang rekayasa genetika. Demikian disampaikan oleh Mendiknas dalam konferensi pers di Kantor Depdiknas, Jakarta, kemarin. Kata yang bisa dibuang adalah "orang", "berhasil", "penghargaan", "berupa", "dari", :mahasiswa yang menyandang predikat sebagai", "oleh".

Kelima, mengubah sesunan dua kata atau lebih dengan satu kata yang sama artinya. Contohnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengadakan pertemuan dengan (diubah bertemu) Perdana Menteri Timur Leste di Jakarta, kemarin; Pasukan Kostrad ikut melakukan perbaikan (diubah memperbaiki) saluran irigasi di Sulawesi Tengah yang jebol akibat banjir, minggu lalu; Seorang oknum Pangdam Jaya dituduh melakukan penganiayaan terhadap (diubah menganiaya) pembantu rumah tangga, di rumahnya hari ini; Cagub Jawa Barat, Doni Mario mengatakan kepada para pendengarnya (diubah berkata) melalui RRI, jika terpilih akan membenahi birokrasi.

Keenam, mengubah susunan dua kata atau lebih dengan satu kata yang sama maknanya. Mungkin antara susunan kata yang diganti dan kata penggantinya memiliki arti berbeda, namun keduannya memiliki makna yang sama. Misalnya: Sampai hari ini rakyat dan Pemerintah Syiria terlihat masih tidak mempedulikan (diubah mengabaikan) ancaman Amerika dan Inggris yang akan membombardir negara itu; Para pemuka agama menyatakan tidak menyetujui (diubah menolak) rencana Gubernur DKI Jakarta yang akan merelokasi WTS eks Kramat Tunggak.

Menulis Untuk Memenangkan Persaingan

Suatu media massa selalu menghadapi persaingan ketat dengan media lainnya, baik dengan media sejenis (misalnya sesama suratkabar) maupun dengan media lainnya.
Untuk memenangkan persaingan tersebut, tentu banyak cara yang dilakukan media, misalnya dengan melakukan dumping (banting harga), meningkatkan pelayanan, memperbanyak isi pemberitaan, melakukan berbagai kerjasama, dan sebagainya, termasuk menggunakan bahasa yang menarik. Maka dalam merancang tulisan harus diarahkan agar dapat memenangkan persaingan tersebut, antara lain dengan selalu menyajikan berita dan opini yang menarik bagi khalayak. Di samping materi pemberitaan yang harus menarik, juga penyajiannya pun harus semenarik mungkin.

Agar tulisan terlihat menarik, maka judul harus ditulis secara singkat, padat, dan diambil dari bagian tulisan yang paling penting dan menarik, misalnya: Reall Madrid Cukur AC Milan 6-1; Polisi Bekuk Gembong Narkoba; Mogok Sopir Angkot di Tangerang Berlanjut; Akibat Demo Buruh, Medan Lumpuh Total; dan sebagainya. Juga perlu diingat, penulisan judul harus akurat dan mudah dipahami. Jangan sampai menulis judul sebagai berikut: Zakat Untuk Mushola Kebanjiran, sehingga sulit dipahami, apakah zakat atau musholanya yang kebanjiran atau zakat untuk mushola begitu banyak (kebanjiran)?

Teras berita (lead) sebagai bagian pembuka tulisan harus merupakan bagian isi yang sangat penting. Penyajiannya harus lengkap, singkat, padat, dan menarik. Lengkap, artinya alinea itu dapat mengambarkan seluruh isi tulisan, yaitu diusahakan dapat menjawab seluruh pertanyaan 5W + 1H (what, who, where, when, dan how). Singkat, artinya menggunakan hurup dan kata sehemat mungkin. Padat, kalimatnya menggunakan sedikit kata tapi sudah mampu menggambarkan fakta secara tepat. Usahakan dalam lead tidak lebih dari tiga kalimat dan jumlah kata tidak lebih dari 35 kata.

Sedangkan menarik menyangkut penggunaan kata maupun kalimat, yaitu dengan memilih kata/istilah atau kalimat paling menarik, misalnya menggunakan kata-kata yang lagi populer, tidak menggunakan kata sama berulang-ulang, lebih banyak menggunakan kalimat tunggal, serta berusaha selalu menggunakan kalimat positif dan kalimat aktif. Isi berita/tulisan juga harus menarik, yaitu harus menguraikan secara lengkap semua unsur kelengkapan berita (5W+1H) yang belum dijelaskan dalam lead. Penyajian isi berita harus disajikan secara akurat, mudah dipahami, singkat, dan padat.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan:
1. Bahasa Indonesia Jurnalistik adalah bahasa Indonesia yang digunakan oleh kalangan Jurnalis. Bahasa yang digunakan sesuai kaidah bahasa Indonesia sebagaimana diatur dalam EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), namun penggunaannya telah disesuaikan dengan karakteristik media massa: ditujukan untuk umum, memiliki ruang/waktu terbatas, serta berusaha memenangkan persaingan.

2.Syarat bahasa Indonesia Jurnalistik adalah: 1) akurat dan mudak dipahami, 2) singkat dan padat, dan 3) menarik.

3. Akurat artinya penulisannya tepat, yaitu pemilihan kata dan atau kalimat mampu menggambarkan keadaan/persoalan yang hendak disampaikan secara tepat. Sedangkan mudah dipahami artinya tiap kata/kalimat yang digunakan harus dipahami semua khalayak.

4. Singkat dan padat artinya mampu menggambarkan keadaan atau persoalan secara tepat dan mudah dipahami dengan menggunakan kata sedikit mungkin sesuai jatah ruang/waktu.

5. Menarik artinya harus mampu memilih kata dan kalimat yang dapat menarik khalayak untuk membaca/mengikuti seluruh isi tulisan.

SUMBER BACAAN

Anwar, Rosihan H., Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi, Media Abadi, Yogyakarta, 2004.

Charnley, Michael V., Reporting, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1979
Depdikbud, Pedoman Umum Penulisan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Depdikbud, Jakarta, 1990

Dewabrata, A.M., Kalimat Jurnalistik; Panduan Mencermati Penulisan Berita, Kompas, Jakarta, Okt. 2004

Mercado, Juan L., Peraturan Dasar Berita Menulis, dalam Generoso J.Gil (Ed), Wartawan Asia, terj. Maimun S., Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1987, hal. 143-161

Mohamad, Goenawan, Bahasa Jurnalistik Indonesia, dalam Christianto Wibisono (Ed), Pengetahuan Dasar Bagi Wartawan Indonesia, Dewan Pers, 1977, hal. 9-18

Siregar, Ras, Bahasa Indonesia Jurnalistik, Pustaka Grafika, Jakarta, 1977