Assalamu'alaikum wr. wb.,

Terima kasih atas waktunya telah bergabung dengan Blog ini... Semoga bermanfaat!

Jumat, 31 Juli 2009

Resiko dan Berkah Ganti Nama

Oleh Abdurrahman

Meski Shakepeare mengatakan “apalah arti sebuah nama”, namun tetap saja tiap orang perlu nama. Dengan nama itulah seseorang akan disapa, dikenal, lalu dikenang, sehingga kalau tidak ada alasan penting, jarang ada orang mau mengubah nama. Maka tidak heran kalau banyak teman lama yang heran mengapa nama A. Rahman berubah menjadi Abdurrahman Jemat?

Memang banyak alasan mengapa orang mengubah nama, antara lain:
Pertama, ingin dikenal sebagai orang lain untuk menghilangkan jejak. Mereka ini biasanya para teroris atau buronan yang selalu berganti nama agar tidak tertangkap.

Kedua, ingin mengubah status, misalnya ingin mengubah status pria menjadi wanita atau orang desa menjadi orang kota. Maka ada orang yang paginya bernama Ismet malamnya menjadi Isye. Di kampung namanya Mina, lalu di kota menjadi Misye he….

Ketiga, untuk menyesuaikan dengan agama yang baru dianutnya. Jika dia sekarang menganut agama Islam maka menggunakan nama Muslim, misalnya Frank Ribery menjadi Muhammad Bilal. Jika dia masuk Katolik biasanya menambah nama babtis di depan namanya.

Keempat, ingin mengubah peruntungan. Termasuk di sini mereka yang sekarang bernama Sudono Salim, Djoko Tjandra, Mochtar Riady, dan lain-lain yang terbukti mendapat hoki setelah menyandang nama baru tersebut.

Sedangkan perubahan nama saya terjadinya serba kebetulan. Awal tahun 2002 saya mengalami pemutusan hubungan kerja dari IISIP yang sekarang dikelola oleh YKT karena alasan “tidak ada dalam aturan”. Bukan hanya dipecat, tapi juga dituntut ke pengadilan karena dituduh “melakukan perbuatan wan prestasi” . Alhamdulillah, meski YKT menyewa pengacara terkenal, namun Pengadilan Negeri Cibinong, Pengadilan Tinggi Bandung, maupun Mahkamah Agung memutus dan menetapkan menolak tuntutan tersebut.

Kehilangan pekerjaan, mendorong saya mencari nafkah dari tempat lain untuk membiayai istri dan anak-anak yang sudah mulai dewasa. Di luar IISIP, saya sering ditanya tentang kepanjangan A. pada A. Rahman. Nah, untuk menghindari pertanyaan tersebut, saya memperkenalkan nama pemberian orang tua: Abdurrahman. Kadang di belakang nama itu saya tambahkan Jemat untuk mengenang nama ayah yang telah tiada.


Resiko dan berkah

Menyandang nama baru bukan tanpa resiko. Banyak teman lama yang tidak langsung mengenali saya. Buktinya ketika saya “add” di fesbuk banyak mereka masih bertanya “ini siapa?’. Bahkan banyak murid bimbingan saya di IISIP dulu, tidak lagi kenal saya. “Pangling!”, alasannya. Padahal saya termasuk “orang lama” di IISIP/STP.

Namun bagi saya berkah nama baru juga banyak (mungkin ini berkah PHK). Kalau dulu hanya memiliki satu bos, sekarang punya banyak bos karena bisa bekerja di banyak tempat dengan beragam pekerjaan. Alhamdulillah, meski tidak punya pekerjaan tetap dan pendapatan tetap, tapi bisa tetap bekerja dan tetap berpendapatan. Meski tak bisa melihat berapa luas almamater di Lenteng Agung, tapi bisa menyaksikan luasnya NKRI.

Berkah paling berharga adalah saya benar-benar yakin bahwa rezeki semata dari Allah. Dia menurunkan rezeki dengan cara, dari tempat, dan dengan jumlah yang tidak pernah kita duga. “Mintalah kepadaKu pasti Kuberi” , “Aku lebih dekat daripada urat nadimu”, demikian firmanNya yang selalu menuntun saya ke sajadah. Alhamdulillah, Dia tak penah mengabaikan permohonan hambaNya.

1 komentar:

all_dying mengatakan...

iya pak, nama rina asrina juga jadi kontroversi di keluarga. keluarga dari ibu meyakinkan kalau nama saya sebenarnya adalah rina pradina. sedang dari ayah meyakinkan kalau nama saya itu adalah rina asrina. jadi pusing pak, kalau dua2nya saling kukuh mengkukuhi. tapi saya ambil positifnya aja, berarti rina begitu berharga bagi mereka.... hihihi